Solo, KNEKS - Bertempat di The Royal Surakarta Heritage Hotel pada Rabu (24/11), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyelenggarakan sosialisasi Petunjuk Teknis (Juknis) tentang Pedoman Kertas Kerja Pemeriksaan Kesehatan Koperasi tahun 2021. Acara dihadiri oleh 40 perwakilan BMT yang umumnya berlokasi di wilayah Solo Raya.
Juknis tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri (Permen) Koperasi dan UKM Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi. Rangkaian peraturan tersebut disusun sebagai upaya mewujudkan koperasi yang sehat dan berkelanjutan melalui pengawasan yang baik.
Meskipun koperasi adalah lembaga yang dari, untuk, dan oleh anggota, namun pengawasan dari pihak luar yang memiliki otoritas sangat diperlukan. Pihak yang memiliki otoritas untuk koperasi adalah Kementrian Koperasi dan UKM beserta dinas-dinasnya, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.
Pada kegiatan tersebut, hadir Dr. Indo Yama selaku Tenaga Ahli Asisten Deputi Pengawasan Kementrian Koperasi UKM dan Dandy Bagus Ariyanto selaku Kepala bidang Pemeriksaan Koperasi Kemenkop UKM sebagai narasumber acara.
Acara dibuka oleh Dr. Bagus Aryo yang merupakan Kepala Divisi Keuangan Mikro Syariah KNEKS. Pada sambutannya, Bagus memperkenalkan KNEKS dan menyampaikan strategi pengembangan Institusi Keuangan Mikro Syariah (IKMS).
IKMS akan berkembang dengan baik apabila bila mampu mendapatkan dana yang murah, “Misalnya dari dana program pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang dikelola oleh BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dibawah Kementriaan Keuangan,” tutur Bagus. “Tapi agar dana tersebut dapat disalurkan ke koperasi secara langsung dengan biaya dana yang murah dibutuhkan adanya koperasi-koperasi yang sehat,” ujarnya.
Bagus kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa untuk memastikan adanya koperasi yang sehat, sistem pemeriksaan kesehatan koperasi menjadi penting. Adanya sistem kesehatan koperasi yang baik juga diperlukan untuk pengembangan sistem penjaminan simpanan koperasi.
Narasumber pertama yakni Dandy menjelaskan bahwa sebenarnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian tidak mengamanatkan adanya pengawasan koperasi oleh pihak luar, termasuk pemerintah, namun cukup hanya oleh pengawas koperasi. Akan tetapi melihat kondisi saat ini, pengawasan dari pihak otoritas menjadi sangat urgen. Hal ini di antaranya karena merebaknya banyak pinjaman online (pinjol) yang mengunakan badan hukum koperasi simpan pinjam (KSP), serta beberapa KSP yang gagal bayar yang nominalnya mencapai triliuan rupiah.
Selanjutnya, Dandy menyebutkan bahwa pengawasan koperasi sejak diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi, sistem pengawasan saat ini masih menggunakan RBA (risk-based approach). Adapun ke depannya, sistem pengawasan akan menggunakan aplikasi komputer, sehingga koperasi bisa melakukan self-assessment serta bisa menjadi early warning system. Permen ini juga mengamanatkan adanya fit and proper bagi pengurus dan unsur kelengkapan organisasi koperasi lainnya.
Narasumber kedua, Indo Yama, dalam presentasinya menjelaskan bahwa sistem pemeriksaan merupakan penyempurnaan dari sistem penilaian Kesehatan koperasi sebelumnya. Hal ini diantaranya, pada sistem pengawasan yang baru tidak hanya menilai kondisi kekinian seperti kinerja keuangan, kelembagaan dan tata Kelola, tapi juga yang bersifat antisipatif seperti penilaian profil risiko.
Lebih lanjut Indo Yama menyampaikan bahwa pemeriksaan kesehatan koperasi didasarkan atas dokumen-dokumen atau ada sumber pembuktiannya. Untuk koperasi syariah, maka ada tambahan pemeriksaan kesehatan untuk aspek syariahnya. Salah satu penilaian tentang aspek syariah adalah adanya dana kebajikan (zakat atau infaq) dan program penyalurannya yang tercatat dengan baik, serta aktifnya pengawasan oleh dewan pengawas syariah (DPS).
Penulis: Iwan Rudi Saktiawan
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain