Jakarta, KNEKS - Pandemi covid-19 yang telah berlangsung satu setengah tahun ini telah membuka mata banyak pihak atas peran sektor kesehatan terhadap ketahanan nasional dan kesejahteraan sosial dalam bernegara.
Sesuai dengan visi yang tercantum di dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia, yaitu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri, makmur, dan madani, maka kemandirian industri kesehatan adalah hal yang perlu dipenuhi. Sejalan dengan hal tersebut, Direkorat Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) memiliki fokus pengembangan industri kesehatan syariah sebagai sektor potensial yang perlu dibangun. Hal ini dalam rangka mendukung pembangunan nasional.
Direktur Industri Produk Halal KNEKS, Afdhal Aliasar mengatakan bahwa industri kesehatan syariah adalah sektor dengan multiplier effect yang baik bagi perekonomian Indonesia. “Selain karena kehadirannya akan memberikan manfaat dan kemaslahatan masyarakat secara luas, industri kesehatan syariah dapat menghidupkan sektor lainnya, yakni wisata ramah muslim di Indonesia,” jelas Afdhal dalam diskusi virtual bersama Salman ITB dan MUKISI (28/4).
Kedepannya, KNEKS akan terus mendorong percepatan pembangunan industri kesehatan syariah dengan cara memperkuat infrastruktur, seperti rumah sakit, industri farmasi, industri alat kesehatan, tenaga medis, dan produk-produk kesehatan lainnya. Hal ini dalam rangka untuk menjamin kebutuhan masyarakat atas pelayanan yang sejalan dengan nilai syariat islam.
Memiliki cita-cita yang sama dengan KNEKS, YPM Salman ITB bersama dengan PT Salman Global Medika sedang membangun Kompleks Rumah Sakit (RS) Salman Hospital yang berlokasi di Sekarwangi Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pembangunan rumah sakit turut menggunakan skema wakaf produktif.
“Alasan membangun RS Salman ini berangkat dari keinginan untuk berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, memberikan pelayanan kesehatan bagi yang sudah berusia, untuk kaum dhuafa, yang alhamdulillah, juga memiliki nilai yang sejalan dengan program pemerintah yakni bersama KNEKS,” ujar ketua umum Yayasan Pembina Masjid Salman ITB, Prof Suwarno.
Direktur Utama PT. Salman Rasidi Semesta, Dadang Rukanta dalam ruang diskusi yang sama turut menambahkan, “Selain aspek medis, infrastruktur, teknologi, lingkungan, food & beverages, serta standar pelayanan yang mumpuni, aspek SDM juga sangat penting dalam membangun rumah sakit ini. Kita harus bisa melahirkan insan-insan yang meneladani sikap sebagai tenaga kesehatan muslim, sehingga mampu memberikan pelayanan prima yang memenuhi keyakinan dan ibadah pasien. Semua aspek tersebut kemudian akan menjadi sarana internalisasi nilai-nilai islam baik bagi para pengunjung, pasien, maupun karyawan rumah sakit,” ujar dia.
Masyarakat Indonesia yang didominasi muslim, termasuk di provinsi Jawa Barat, membuktikan bahwa rumah sakit dengan pelayanan sesuai nilai-nilai syariah banyak dibutuhkan. Dalam pembangunannya, RS Salman turut menggunakan skema pendanaan wakaf. Hal ini adalah bentuk komitmen RS Salman dalam memperluas akses fasilitas kesehatan untuk seluruh masyarakat, termasuk kaum dhuafa yang sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses kesehatan.
Ketua Harian Wakaf Salman, Hari Utomo juga menambahkan bahwa Salman Hospital merupakan RS pertama di Jawa Barat yang akan menerapkan prinsip Safety, Syar’i, Smart, Sustainable, dan Hospitality (4S+1H).
Industri kesehatan nasional yang kuat tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak saja, melainkan, kontribusi dan keterlibatan oleh banyak pihak. Diskusi ini turut melibatkan MUKISI atau Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia.
Sekretaris MUKISI Burhanuddin menyampaikan bahwa MUKISI sudah sejak lama mengkaji potensi wakaf produktif sebagai skema pendanaan dalam membangun industri kesehatan syariah.
“Jumlah rumah sakit islam di Indonesia sudah banyak, namun masih berskala kecil. Banyak juga yang belum bankable. Dalam menggunakan instrument wakaf, sebaiknya kita menyusun model bisnis yang melibatkan pemisahan peran dan fungsi antara operator dan pengelola, yaitu wakif (orang yang mewakafkan), nazir (pengelola), dan mauquf alaih (orang penerima manfaat wakaf). Hal ini agar pengelolaan RS Syariah dapat berlangsung professional dan akuntabel,” jelas Burhanuddin.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Industri Produk Halal Afdhal Aliasar menyampaikan perlunya kehadiran contoh rumah sakit dengan konsep syariah yang ideal, yaitu rumah sakit yang dalam penerapan kesyariahannya tidak terlihat ekslusif tapi justru semua layanan tersebut dapat dinikmati oleh semua masyarakat tanpa membedakan golongan dan agama. Kehadiran layanan rumah sakit syariah hendaknya juga mendorong berkembang sektor-sektor pendukung lainnya baik dalam bidang obat-obatan halal dan SDM tenaga kesehatan dengan kualitas layanan yang sangat baik.
“Kita perlu menggaungkan nilai inklusivitas layanan kesehatan syariah agar bisa diterima oleh masyarakat secara meluas. Bersama-sama dengan MUKISI, Salman ITB, kita penuhi kebutuhan dan hadapi tantangan yang ada melalui berbagai inovasi dan instrument dalam ekosistem syariah ini. Tentunya penggunaan wakaf produktif dalam mengembangan industri halal adalah inovasi yang baik dan bersama-sama kita kawal dengan baik,” pungkas Afdhal.
Penulis: Khairana Izzati
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain