Jakarta, KNEKS - Pendidikan tidaklah bisa diremehkan, karena merupakan aspek fundamental dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas guna meningkatkan taraf kesejahteraan dalam hidup. Pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap masa depan yang baik, begitupun sebaliknya.
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam menjalani proses kehidupan. Berbagai hal perlu diajarkan kepada manusia dari sejak dini agar pemahaman yang dimilikinya dapat tertanam dengan baik dan bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya sejak usia dini.
Salah satunya adalah pendidikan dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan muamalah yang perlu diajarkan sejak dini menjadi penting untuk memengaruhi karakter individu anak dan tentunya sekaligus dapat meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019, indeks literasi keuangan syariah nasional sebesar 8,93 persen dan indeks inklusi keuangan syariah nasional sebesar 9,1 persen. Sementara itu untuk indeks literasi ekonomi dan keuangan sosial syariah nasional sebesar 16,2 persen (Survey Bank Indonesia 2020).
Untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, Direktur Pendidikan dan Riset Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menyampaikan bahwa KNEKS telah menyusun Strategi Nasional Pengembangan Materi Edukasi untuk Peningkatan Literasi Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia, yang mana salah satunya adalah untuk usia dini.
“Dalam strategi tersebut, KNEKS memetakan edukasi dari usia yang paling rendah yakni dari umur 0-6 tahun dan paling tinggi di atas 56 tahun. Jadi, bagaimana kita bisa menanamkan konsep ekonomi dan keuangan syariah sesuai usianya.” jelasnya menegaskan.
KNEKS juga telah mengidentifikasi bahwa sekarang ini permainan edukasi serta video bisa menjadi tools atau alat pembelajaran yang dapat membantu untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah di masyarakat. KNEKS sangat mendorong kemunculan inovasi-inovasi media pembelajaran kreatif lainnya terkait ekonomi dan keuangan syariah
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Paristiyanti Nurwardani mengharapkan kebijakan pendidikan membuat Indonesia jadi pemimpin ekonomi syariah dunia.
Lebih lanjut, Paristiyanti mengungkapkan regulasi di Indonesia bernafas syariah Islam, seperti yang tertuang di UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam UU itu tercantum sangat jelas, bahwa tujuan pendidikan itu menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia.
“Baru kemudian, ada sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan untuk Indonesia diminta juga untuk mencintai Indonesia dan Pancasila, serta berbudaya untuk kepentingan bangsa,” ujar Paristiyanti.
Dari tujuan pendidikan tersebut, lebih lanjut Paristiyanti mengungkapkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam kebijakannya membuat konsep profil pelajar Pancasila untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul di masa depan.
Konsep itu terbagi enam. Pertama, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Kedua, mandiri. Ketiga, berkebhinekaan global. Keempat, bergotong royong. Kelima, kreatif. Keenam, bernalar kritis.
“Berakhlak mulia, saya kira ini sangat baik. Terkait hal ini saya kira ini bisa bekerjasama dengan KNEKS,” imbuh Paristiyanti.
Perihal ekonomi syariah, Paristiyanti berpesan, untuk membudayakan ekonomi syariah sejak PAUD, SD, SLTP, SLTA, hingga perguruan tinggi. Paristiyanti yakin masyarakat Indonesia bisa membangun peradaban dengan basis ekonomi syariah.
Berdasarkan data jenjang sekolah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2020, jumlah TK swasta ada 87.726 dan negeri 3.363. Kemudian, SD swasta sebanyak 16.270 dan negeri 131.974. SMP 15,733 dan negeri 23.227. Lalu, SMA ada 6.7663 swasta dan 6.732 negeri. Terakhir, SMK ada sebanyak 10.191 untuk swasta dan 3.519 untuk negeri.
Sementara itu, data Kemendikbud 2018 jumlah siswa berdasarkan jenjang pendidikan, dari PAUD, SD, SMP, SMA, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Masyarakat, Pendidikan Khusus, Pendidikan Keagamaan, kursus dan pelatihan, total ada sebanyak 68.729.037 siswa. Hal ini bisa menjadi peluang besar mengembangkan ekonomi syariah.
Islam sendiri memandang peranan pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan. Bahkan, Islam sudah mengatur bagaimana cara mendidik seseorang berdasarkan tingkatan usianya, dari usia dini hingga dewasa.
Untuk itu, peran orang tua dalam mendidik anaknya menjadi suatu hal yang vital. Orang tua harus memahami tahapan-tahapan dalam mendidik anaknya.
Pendiri Karim Consulting Indonesia Adiwarman Azwar Karim mengungkapkan dalam buku Pendidikan Islam, menjelaskan peranan orang tua dalam mendidik anak.
Seruan pertama di buku tersebut adalah meminta kepada orang tua untuk bermain-mainlah dengan anaknya pada usia tujuh tahun pertama anak.Kedua, orang tua sudah mesti mengajarkan disiplin pada anak di tujuh tahun kedua.“Ini anak sudah harus diajarkan disiplin, jika tidak, ia akan bermain terus hingga dewasa,” ujar Adiwarman.
Seruan ketiga, orang tua menjadi teman baik anak pada tujuh tahun ketiga. Keempat, orang tua harus mengajarkan kemandirian pada anak di tujuh tahun keempat.
Pria yang disapa Bang Adi ini menerangkan, bila ingin memberikan pendidikan syariah sejak dini, maka yang pertama diajarkan adalah adab. Dijelaskan dalam hadis bahwa tidak ada pemberian dari seorang ayah pada anaknya yang lebih utama, selain adab. Kemudian, sampaikanlah ke anak dengan cara yang menyenangkan.
“Pesannya dua, saat usia dini ajarkan adab, akhlak, tata karma, dan nilai Islam. Kedua, ajarkan dengan cara menyenangkan, membahagiakan,” imbuh Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ini.
Faktor membahagiakan ini patut menjadi perhatian. Pasalnya, Adiwarman menceritakan bahwa Rasulullah pernah mengatakan, sungguh di dalam surga itu ada rumah yg disebut rumah kebahagiaan. Rumah kebahagiaan ini tidak bisa dimasuki siapapun kecuali oleh orang-orang yang membahagiakan anak.
Penulis: Aldi, Andika, Annisa
Redaktur Pelaksana: Iqbal