Jakarta, KNEKS - Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendorong pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia, khususnya UMKM di pesantren.
Direktur Bidang Keuangan Inklusif, Dana Sosial Keagamaan dan Keuangan Mikro Syariah KNEKS Ahmad Juwaini mengatakan dalam kaitan program utama pengembangan UMKM di pesantren, KNEKS mempunyai beberapa lingkup aktivitas yang dilakukan.
Pertama, dilakukan koordinasi teknis untuk pengelolaan bisnis UMKM di Indonesia sesuai dengan standar industri termasuk pemanfaatan ekonomi digital. Kedua, dilakukan bimbingan teknis agar UMKM mampu memanfaatkan teknologi digital, seperti marketplace, website, fintech, kolaborasi online dengan pelaku bisnis lainnya.
“Sangat penting sekali bagi kita untuk mengintrodusir perilaku baru di era new normal setelah melewati fase pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan agar kelompok usaha mikro dan kecil yang selama ini gagap teknologi bisa dibantu, karena sebagian dari mereka sangat terdampak pandemi Covid-19 akibat mengandalkan transaksi secara tatap muka,” ucap Juwaini, saat acara Webinar Series yang diselenggarakan KNEKS, Kamis (18/6).
Untuk itu dengan teknologi digital, marketplace, website, fintech, kolaborasi online dan berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis berbasis teknologi harus didorong dan diinjeksikan, serta diinternalisasikan kepada UMKM sehingga mereka dapat meningkatkan kompetisinya melakukan bisnis secara digital. Di sisi lain kegiatan ini juga akan mengurangi dampak dari Covid-19.
Kemudian yang ketiga, yakni pengembangan konten digital pengembangan UMKM dengan kurikulum terintegrasi. KNEKS menyiapkan kurikulum yang tepat agar hal tersebut dapat terintegrasi, baik secara urutan prosesnya, maupun terintegrasi dengan beberapa pelaku atau lembaga yang melakukan pengembangan UMKM.
Keempat, melakukan pembinaan UMKM agar dapat menerima dana pembiayaan. Menurutnya, agar UMKM bisa memenuhi standar kategori yang dapat menerima pembiayaan, mereka harus meningkatkan kemampuan.
Jadi, tidak semata-mata mengandalkan aspek natural atau perkembangan yang mereka miliki, tapi juga perlu ditingkatkan, sehingga UMKM bisa menjadi penerima pembiayaan, baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga keuangan.
Lalu yang kelima, penyelenggaraan acara penghargaan untuk sektor industri halal. Keenam, melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis UMKM halal go-ekspor.
Selain itu, KNEKS mendorong kegiatan Kolaborasi Layanan Keuangan Syariah atau KOLAKS. KNEKS memandang bahwa ada pesantren yang belum memiliki kemampuan untuk langsung menjadi lembaga yang sudah bisa melaksanakan kegiatan ekonomi dan keuangan syariah. Maka dari itu, KNEKS mengajak semua pihak di sektor keuangan syariah untuk masuk ke pesantren sebagai Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS).
Seandainya pesantren belum siap mendirikan lembaga keuangan sendiri, KNEKS menawarkan mendirikan ULKS di pesantren. ULKS atau KOLAKS adalah sistem keagenan untuk melayani keuangan syariah di pesantren yang bekerja sama dengan lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi jasa keuangan syariah, seperti perbankan syariah, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), fintech syariah, lembaga amil zakat dan pegadaian.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memaparkan jumlah pesantren sebanyak 28.194 pesantren. Pusatnya berada di Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Jawa Tengah.
Menurut Susiwijono, pesantren sangat potensial untuk menggerakkan UMKM di pesantren, dengan potensi agrobisnisnya mencapai 14, 73 persen dan koperasi UKM sebesar 13,55 persen. “Mengingat jumlah pesantren sangat besar dan pengaruh alumninya yang kuat, ini bisa mendorong sosial-ekonomi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Senada dengan itu, Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia M. Anwar Bashori mengatakan untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, pesantren adalah faktor penting.
Anwar menyampaikan, status pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan, tetapi pesantren perlu memiliki lembaga usaha. Dengan begitu pesantren bisa mandiri, tidak perlu mengandalkan sedekah, bayaran santri, bantuan dari luar, dan lainnya. Bahkan dengan lembaga usaha itu, pesantren bisa memberikan manfaat untuk lingkungan sekitarnya.
Untuk itu, terdapat empat evolusi pengembangan kemandirian pesantren yang dilakukan Bank Indonesia. Pertama, program peningkatan kapasitas ekonomi pesantren dalam mengoptimalkan aset pesantren sehingga memiliki kapasitas untuk melakukan peningkatan kualitas.
“Kedua, membantu meningkatkan terwujudnya good governance di lingkungan pesantren. Ketiga, melakukan peningkatan kualitas SDM pengelola maupun pengajar di lingkungan pesantren melalui berbagai program peningkatan kapasitas seperti training, seminar, sertifikasi maupun program reverse linkage,” tutur Anwar.
Kemudian evolusi pengembangan kemandirian pesantren keempat yaitu melalui program peningkatan pada materi ajar (kurikulum) serta penyampaiannya melalui program transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tutup Anwar.
Penulis: Aldi, Andika, Yodi
Redaktur Pelaksana: Iqbal