IDEN
Religiusitas Bukan Faktor Utama Keengganan Publik Ke Bank Syariah
08 October 2019

MAKASSAR, KNKS - Belum banyaknya umat Islam melakukan switching behaviour (perubahan tingkah laku) untuk beralih dari bank konvensional ke bank syariah bukan hanya disebabkan oleh faktor religius semata. Namun, ada beberapa faktor lainnya yang memengaruhi.

Menggunakan penelitian uji Anova, Dosen Ekonomi Syariah Universitas Hasanuddin, Abdul Hamid Habbe mengklasifikasi tiga kelompok untuk meneliti gap persepsi antara nasabah bank konvensional, nasabah bank syariah dan karyawan bank Muslim.

"Ketika kami tanyakan, persepsi mereka (tiga kelompok) terhadap tingkat religiusitas perbankan syariah itu sudah syar’i termasuk nasabah bank konvensional Muslim," ungkap Hamid ketika dihubungi lewat telepon, Selasa (8/10).

Meski begitu, timbul pertanyaan ke depannya, jika tiga kelompok tersebut paham terhadap agama Islam, mengamalkan ajarannya dan bank syariah menurut mereka syar’i, mengapa gap persepsi antara bank konvensional dan bank syariah masih tinggi.

"Hal itu karena masih ada aspek-aspek yang bersifat material, infrastuktur, itu yang menjadi keengganan pindah, jadi mereka lebih mengedepankan aspek rasional infrastuktur misalnya fasilitas mereka lebih banyak, teknologi lebih banyak, kalau mengajukan pembiayaan relatif lebih cepat kemudian ada persepsi mereka itu mahal juga di bank syariah, jadi aspek rasional kebendaannya itu mereka tidak mau pindah," imbuh Hamid.

Hamid mengatakan hal tersebut memang wajar karena fasilitas yang didapatkan dari bank konvensional terkadang tidak didapatkan dari bank syariah.

Lebih lanjut dalam penelitiannya, ada perbedaan respon umat Islam terhadap hal-hal yang memberikan benefit kepada nasabah, Hamid yang menjabat dewan keuangan Wahdah Islamiyah memberikan contoh mengapa masyarakat tidak segan membayar bahkan rela antri, dan bisa pergi 2-3 kali untuk beribadah haji dan umrah dibanding menunaikan zakat.

Masyarakat yang menunaikan zakat lebih kecil dibanding naik haji atau umrah. Ini berarti, walaupun ibadah haji dan umrah tergolong mahal, benefitnya bisa dirasakan langsung. Sementara zakat tidak dengan zakat.

Logikanya ketika masyarakat membayar dan tidak mendapatkan hasilnya secara langsung menjadi salah satu penyebab dan ini bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai kapitalism masih melekat pada diri umat Islam. Jadi, pertimbangan dari sisi infrastruktur sebenarnya tidak murni rasionalitas, tapi memang tertanam jiwa-jiwa kapitalism materialistik di dalam diri individu.

"Makanya saya sebutkan bahwa masih rasionalistik dan kapitalistik yang menyebabkan mereka enggan berpindah padahal nyata-nyata bunga bank adalah riba tapi tidak membuat mereka untuk meninggalkan, mereka tetap bertahan oleh hal yang berbau rasionalitas dan didukung oleh value yang ada pada mereka itu kapitalis materialistik," sambung Hamid.

Penulis: Romy Syawalludin
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal

Berita Lainnya