IDEN
KNKS Tengah Menyusun Skema KPBU Syariah
19 September 2019

Jakarta, KNKS - Saat ini, pemerintah tengah menginginkan lembaga keuangan syariah menjadi lebih besar. Untuk mengokomodir kebutuhan tersebut, diperlukan dana besar masuk ke dalam lembaga keuangan syariah. Selanjutnya tinggal menentukan penyaluran dana tersebut.

Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah (KNKS) Ronald Rulindo mengungkapkan, dana yang disalurkan harus bersumber dari pendanaan yang bagus, aman dan rendah risiko.

Salah satu solusinya adalah dengan mengerjakan proyek yang memiliki skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) syariah.

Dengan skema tersebut, jika pemerintah ingin membangun infrastruktur, tinggal meminta pihak swasta dahulu untuk mengerjakannya. Setelah itu, pada periode tertentu, pemerintah akan membayarnya kepada pihak swasta. Pembayaran tersebut meliputi harga pengerjaan dan biaya pemeliharaan.

KPBU syariah ini akan dijamin oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), sehingga risikonya relatif lebih rendah. KNKS akan mengarahkan bank syariah dan pasar modal syariah untuk membiayai KPBU syariah tersebut.

Namun demikian, Ronald mengungkapkan, skema KPBU syariah masih belum sempurna dan perlu dikaji lebih jauh. Baik dari sisi akad dan aspek lain yang sesuai dengan syariah.

“Kita mengadakan Focus Group Discussion (FGD) memang mencari skema KPBU syariah itu sebenarnya seperti apa, sih,” jelas Ronald, saat ditemui dalam acara FGD pembahasan KPBU Syariah yang diinisasi KNKS, di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (18/9).

Ronald menyampaikan dalam presentasi PII, ada sekitar Rp5ribu triliun hingga Rp6ribu triliun kebutuhan pendanaan di 2019-2024 dan 42 persennya akan dilempar ke swasta. Ini bisa menjadi peluang bagi bank syariah, jika ingin besar bisa melalui KPBU.

Sementara itu, Deputi Direktur Pengembangan Bisnis PII Tanti Hidayati mengatakan, PII adalah BUMN di bawah Kementerian Keuangan.

Ia menambahkan, PII memiliki empat manfaat sebagai nilai tambah untuk penjaminan. “Pertama yakni bankability, artinya memberikan kenyamanan bagi financier dalam mendukung pembiayaan proyek dan mengurangi  cost of fund,” sambung Tanti.

Kedua, tata kelola yang baik, artinya proses penjaminan yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga adalah manajemen risiko, di mana prinsip alokasi risiko yang adil antara pemerintah dan badan usaha serta rencana mitigasi risiko yang terukur.

Terakhir yaitu transparansi, artinya meningkatkan kredibilitas proyek dalam persepsi calon investor sehingga proses lelang lebih kompetitif.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman, Achi Hartoyo
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal

Berita Lainnya