Jawa Barat - KNEKS, Upaya meningkatkan inklusi keuangan syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan yang signifikan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah (SNLIK) 2025, tingkat literasi keuangan syariah nasional tercatat sebesar 43,42%, sementara indeks inklusinya masih rendah, yakni 13,41%. Ini menjadi ironi, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, dan sistem keuangan syariah justru menawarkan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan bagi semua kalangan.
Salah satu potensi besar yang belum dimaksimalkan sepenuhnya adalah desa. Data Kementerian Desa PDT menunjukkan bahwa ada lebih dari 61 ribu unit BUMDes dan BUMDesma di seluruh Indonesia. Lembaga-lembaga ini memiliki potensi besar untuk menjembatani masyarakat dengan layanan keuangan syariah. Namun, keterhubungan mereka dengan sistem keuangan syariah nasional masih belum optimal.
Direktur Keuangan Sosial Syariah (KSS) KNEKS, Dwi Irianti Hadiningdyah, menegaskan bahwa inklusi keuangan syariah bukan hanya soal memperluas akses layanan, tetapi harus dimaknai sebagai wujud nyata keadilan ekonomi bagi masyarakat desa. “Kita harus hadir memberikan solusi nyata di desa, bukan sekadar program,” ujarnya dalam forum “Sinergitas Peningkatan Inklusi Keuangan Syariah Berbasis Wilayah Perdesaan” di Bandung, 11 Juni 2025.
Senada dengan itu, Deputi Direktur Inklusi Keuangan Syariah (IKS) KNEKS, Eka Jati, menyebut bahwa BUMDes dapat menjadi ujung tombak layanan keuangan syariah ke masyarakat. Karena itu, KNEKS mendorong penguatan Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS) berbasis komunitas, pengembangan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Syariah, serta integrasi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagai instrumen keuangan sosial di tingkat desa.
Jawa Barat sebagai Pusat Inovasi Syariah Perdesaan
Dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta jiwa dan sekitar 12.000 pondok pesantren, Jawa Barat menjadi wilayah strategis bagi pengembangan ekonomi syariah nasional. Pemerintah provinsi melalui Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) telah menjalankan berbagai program, mulai dari OPOP (One Pesantren One Product), penguatan ULKS, hingga inisiatif Desa KDEKS Community Development atau Desa KaCiDa Istimewa.
Salah satu contoh keberhasilan program ini terlihat di Desa KaCiDa dan Kampung Zakat di Kabupaten Ciamis. UPZ Desa Panyingkiran, misalnya, berhasil menghimpun zakat hingga lebih dari Rp20 juta per bulan dan membentuk tim ekonomi untuk membiayai UMKM sekitar tanpa tambahan sehingga mustahik dapat lulus menjadi munfiq. Sementara itu, UPZ Desa Maparah mengembangkan kegiatan sosial seperti santunan dan Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni) atau bedah rumah yang dihimpun dari GESEK (Gerakan Sedekah) yang dikelola komunitas perempuan. Selain itu, praktik baik lainnya dalam pengumpulan dana ZIS juga ditunjukkan dengan keberhasilan BAZNAS Ciamis dalam menghimpun dana sebesar kurang lebih Rp7 miliar dari seluruh UPZ di Kabupaten Ciamis melalui model kenclengan sepanjang Januari – Mei 2025.
“Program seperti Kampung Zakat dan Bedah Rutilahu merupakan program nyata dari Baznas Ciamis yang dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat tidak mampu. Program ini sangat bagus dan bisa direplikasi di daerah lain. Bahkan ini layak untuk diajukan ke IsDB Prize: Impactful achievement in Islamic Finance,” kata Dwi Irianti.
Terlebih, jika dapat dilakukan penguatan UPZ Desa sekaligus mengintegrasikan dengan KDMP Syariah, maka desa mampu mengembangkan ekosistem yang menyatukan fungsi simpan pinjam syariah, penghimpunan dan distribusi zakat, wakaf produktif, serta pelatihan usaha. KDMP Syariah, tambahnya, lebih dari sekadar koperasi karena memadukan fungsi keuangan syariah dengan kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Deputi Direktur LKMS KNEKS, Bagus Aryo, menegaskan bahwa “KDMP Syariah merupakan model yang menyatukan simpan pinjam, pelatihan usaha, UPZ, dan wakaf produktif dalam satu sistem yang berbasis syariah.”
MBG Pesantren: Sinergi Pendidikan, Gizi, dan Ekonomi Umat
Dari sisi lembaga pendidikan, Pondok Pesantren Yatim Al-Kasyaf di Cileunyi, Kabupaten Bandung, tampil sebagai model inovatif. Melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pesantren ini tidak hanya memberikan asupan bergizi kepada 160 santrinya yang mayoritas dhuafa, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi lokal dengan melibatkan petani, peternak, dan UMKM sekitar. Al-Kasyaf dalam 4 bulan sudah mampu meningkatkan porsi penyediaan MBG sampai 3700 porsi.
Program MBG di Al-khasaf memberikan contoh pengelolaan program yang paripurna. Penyediaan bahan baku dengan memberdayakan UMKM disekitar pondok, tenaga masak dan pencuci alat makan dengan mempekerjakan mutahik sekitar pondok dan santri yang sudah dewasa. Bahkan mengelola limbah dapur menjadi pupuk dan pakan ternak, membentuk sistem ekonomi sirkular yang ramah lingkungan dan bernilai tambah dilakukan oleh Pondok. Di bawah kepemimpinan KH. Giovani Tarega, Ph.D, pesantren yang tidak berbiaya ini juga berhasil mendorong santri melanjutkan pendidikan hingga jenjang S2.
“Kami melihat langsung bahwa pondok pesantren seperti Al-Kasyaf bukan hanya pusat pendidikan, tapi juga ujung tombak pemenuhan gizi umat,” ujar Dwi Irianti saat kunjungan ke dapur MBG Al-Kasyaf pada 10 Juni 2025. Ia menambahkan bahwa diperlukan sinergi pendanaan dari berbagai pihak, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, KDEKS, serta institusi keuangan syariah. “Sinergi ini adalah langkah kecil yang membawa dampak besar, bukan hanya untuk gizi anak-anak pesantren, tapi juga ketahanan ekonomi desa,” tutupnya.
Pesantren lain seperti Al Ittifaq dan Daarut Tauhid juga telah mengembangkan ekosistem ekonomi berbasis agribisnis dan kemitraan dengan UMKM, menunjukkan bahwa model serupa bisa direplikasi secara luas.
Menjahit Inklusi Syariah dari Komunitas
Contoh dari Desa KaCiDa, KDMP Syariah, ULKS BUMDes, dan ekosistem MBG pesantren seperti Al-Kasyaf, Al Ittifaq, dan Daarut Tauhid membuktikan bahwa inklusi keuangan syariah bisa dibangun dari bawah. Dengan memperkuat komunitas, sinergi antarlembaga, dan pemanfaatan teknologi seperti QRIS dan Laku Pandai, layanan keuangan syariah menjadi lebih terjangkau, adil, dan menyentuh kelompok paling rentan.
Kegiatan KNEKS di Jawa Barat ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Desa PDT, Kementerian Agama, OJK, BAZNAS, KDEKS Jawa Barat, serta lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat, dan BJB Syariah.
Melalui pendekatan berbasis komunitas dan nilai-nilai syariah, KNEKS berharap inklusi keuangan syariah tidak hanya menjadi target angka, melainkan menjadi instrumen nyata bagi transformasi ekonomi umat menuju keadilan dan keberlanjutan.
Penulis: Eka Jati Rahayu Firmansyah
Redaktur Pelaksana : Lidya Dewi N