Jakarta, KNEKS - Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) untuk menangkap isu dan masukan bagi substansi revisi UU Wakaf No 41 tahun 2004. Acara ini bertajuk “Mendesain Masa Depan Wakaf Melalui Revisi UU Wakaf No 41/2004” dan diselenggarakan pada Selasa-Rabu (18-19/10).
Agenda diskusi yang berlangsung di Hotel Aston Jakarta ini diikuti oleh lebih dari 80 peserta yang terbagi menjadi empat sesi, yaitu sesi institusi Kementerian/Lembaga, sesi institusi Nazhir, sesi institusi perbankan syariah, dan sesi institusi pasar modal syariah dan IKNB syariah. Pada setiap sesi, terdapat paparan pemantik diskusi yang melibatkan Kementerian Agama (Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf), Badan Wakaf Indonesia, Forum Wakaf Produktif, Nazhir Wakaf Muhammadiyah, Otoritas Jasa Keuangan (Perbankan Syariah, Pasar Modal Syariah dan IKNB Syariah) serta Bank Syariah Indonesia.
Dalam acara ini turut hadir Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS Ahmad Juwaini, Direktur Pemantauan Program dan Kinerja Sekretariat KNEKS Gandy Setiawan, serta para narasumber dari berbagai sesi, yaitu Kepala Sub Bidang Pengamanan Aset Wakaf Kementerian Agama Zaenuri, Pusat Kajian Dan Transformasi Digital Nurul Huda, Ketua Forum Wakaf Produktif Bobby P. Manullang, Ketua Lembaga Wakaf Muhammadiyah Zafrullah Salim, Deputi Direktur Pengembangan Perbankan Syariah OJK Farid Faletehan, Perwakilan Bank Syariah Indonesia Akhsin Muammar, Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah OJK Dien Sukmarini, dan Kepala Sub Bagian Direktorat IKNB syariah OJK Asadullah Sefnado.
Dalam sambutan pembukaan diskusi, Ahmad Juwaini selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah menyampaikan bahwa KNEKS mendorong tiga fokus perbaikan regulasi wakaf nasional. Aspek pertama adalah perlunya revitalisasi kelembagaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang meliputi tugas dan fungsi; koordinasi vertikal dan hubungan pemerintah daerah; sumber daya manusia; serta anggaran.
Aspek kedua, adalah penguatan ekosistem wakaf produktif yang meliputi penguatan literasi dan inklusi wakaf; penguatan nazhir; pengembangan, pembiayaan dan penjaminan proyek wakaf; serta kebijakan afirmasi seperti insentif pajak atau dukungan APBN untuk pengembangan dan pemeliharaan bangunan pemerintah di tanah wakaf.
Aspek ketiga, adalah digitalisasi dan integrasi data wakaf nasional yang meliputi revitalisasi sistem informasi tanah wakaf; sistem informasi wakaf uang (dan melalui uang); sistem informasi wakaf nasional terintegrasi; serta sistem informasi manajemen pengelolaan wakaf pada nazhir.
Mengacu kepada proses diskusi dua hari tersebut, beberapa isu yang menjadi konsen peserta dan perlu mendapat perbaikan kebijakan dan dukungan antara lain tentang penguatan literasi dan inklusi wakaf masyarakat; penguatan kompetensi nazhir dalam mengelola wakaf secara produktif; penguatan kolaborasi antar nazhir; kolaborasi pendanaan proyek wakaf baik dengan dana sosial ataupun dana komersial (blended financing); administrasi perwakafan yang lebih mudah dan paperless; serta perlunya memasukkan wakaf dalam indikator kinerja institusi terkait.
Atas isu-isu tersebut, peserta diskusi juga mendorong Kementerian Agama, BWI dan KNEKS secara paralel menganalisa skema non Undang-undang untuk mengatasi tantangan-tantangan perwakafan yang terjadi mengingat proses revisi undang-undang tidak cukup mudah dan cepat.
Penulis: Alvina Syafira Fauzia
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain