Jakarta, KNEKS - Islam tidak melarang pemeluknya untuk berinvestasi di pasar modal. Namun tidak bisa sembarangan begitu saja karena memang ada beberapa aturan yang mesti dijalankan.
Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah membuat pakem-pakem dalam fatwa-fatwanya terkait investasi sesuai syariah dalam pasar modal. Fatwa mengenai saham syariah, reksa dana syariah dan sukuk sudah dijamin DSN-MUI aman secara syariat untuk diinvestasikan umat muslim.
Lebih rinci, Deputi Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Arief Machfoed memaparkan produk-produk dalam pasar modal syariah yang bisa menjadi pilihan investasi.
Pertama, yaitu saham yang pada dasarnya sesuai syariah karena merupakan penyertaan modal. Namun, yang perlu dipastikan berikutnya adalah kehalalan produk yang dijual atau diproduksi dan rasio keuangannya. Untuk rasio keuangan saham syariah, utang berbasis riba tidak lebih dari 45 persen dan pendapatan nonhalal maksimal 10 persen.
“OJK secara rutin menetapkan daftar saham syariah dua kali setahun pada bulan Mei dan November untuk berlaku efektif Juni dan Desember. Daftar tersebut dapat digunakan oleh pengelola reksadana dan bursa efek Indonesia,” jelasnya menegaskan.
Kedua, yakni reksa dana syariah. Investasi reksa dana memberikan kesempatan untuk investor yang memiliki dana kecil, hal itu karena konsep reksa dana adalah menghimpun dana secara luas untuk diinvestasikan kepada instrumen pasar modal oleh Manajer Investasi. Dengan demikian, reksa dana bisa jadi pilihan bagi investor yang belum memiliki pengetahuan cukup untuk berinvestasi. Namun, tidak menutup kemungkinan reksa dana juga dapat memfasilitasi investor ahli dengan dana besar tetapi tidak memiliki waktu cukup mengelola investasinya.
Berbicara reksadana syariah dan konvensional, tentu memiliki perbedaan. Dalam reksadana syariah ada mekanisme pembersihan pendapatan nonhalal, sedangkan reksadana konvensional tidak ada.
Ketiga atau terakhir adalah sukuk. Sukuk berbeda dengan obligasi. Sukuk bukanlah surat utang melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset, sedangkan obligasi adalah surat utang. Sukuk mendapatkan opini syariah dan obligasi tidak. Selain kedua perbedaan itu, fitur-fitur antara obligasi dan sukuk cukup sama. Lalu sukuk dibagi dua berdasarkan penerbitnya, yaitu sukuk korporasi dan sukuk negara. Perbedaannya, untuk sukuk korporasi umumnya tidak dalam bentuk ritel, sedangkan sukuk negara sudah dijual dalam bentuk ritel.
Arief menerangkan, dalam investasi di pasar modal syariah ada sejumlah kegiatan yang tidak diperbolehkan walaupun diperkenankan hukum positif, seperti berinvestasi pada bank konvensional, asuransi konvensional, dan perusahaan yang memproduksi barang-barang haram atau merusak moral dan kesehatan.
Selain itu, juga ada sejumlah transaksi yang dilarang dalam pasar modal syariah, diantaranya penawaran/permintaan palsu, penimbunan saham (cornering) dan transaksi yang menimbulkan unsur suap.
Saat ini, cukup marak investasi bodong atau ilegal terjadi, maka masyarakat perlu mengantisipasi itu. Ciri-ciri investasi ilegal biasanya menawarkan keuntungan yang tidak wajar, melibatkan tokoh masyarakat, dan tokoh tersebut juga menyampaikan iming-iming success story investasi yang ditawarkan.
Untuk itu masyarakat diminta lebih berhati-hati, caranya dengan memilih investasi legal. Investasi yang legal telah memperoleh izin dari OJK baik untuk produknya, penerbitnya, dan penjualnya.
Sementara itu, Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah MES Iwan Pontjowinoto memberikan tips untuk berinvestasi. Ia menyarankan sebelum berinvestasi di saham, sukuk, dan reksa dana, investor perlu membaca atau memahami prospektusnya. Investor saham setidaknya perlu membaca laporan keuangan emiten sebelum berinvestasi.
“Untuk mencegah maysir, investor harus memahami instrumen investasi sebelum berinvestasi. Karena bisa jadi ia melakukan gambling atas harta yang dimilikinya. Kemudian, dalam investasi tidak hanya sekedar investasi tiap bulan, namun juga perlu memantau investasinya,” ujar Iwan.
Tidak cukup sampai di situ, tiga bentuk analisis juga perlu dilakukan. Pertama, analisis pergerakan harga atau analisis teknikal, artinya investor melihat pergerakan harga. Kedua, analisis laporan keuangan, yaitu analisis kinerja perusahaan secara historis atau dari masa lalu.Terakhir, analisis fundamental atau analisis valuasi usaha. Analisis ini berarti investor melihat strategi usaha, kondisi industri, dan laporan keuangan tiga tahun terakhir. Valuasi dibandingkan dengan laporan keuangan dan pergerakan harganya.
Iwan mengingatkan kepada para calon investor untuk jangan berinvestasi di dalam bisnis yang tidak dipahami.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Luqyan Tamanni menambahkan, KNEKS menargetkan menjadikan Indonesia sebagai global hub ekonomi dan keuangan syariah di 2024.
“Pasar modal syariah masuk dalam ekosistem ekonomi syariah dan gerakan bersama untuk menjadikan Indonesia menjadi global hub ekonomi dan keuangan syariah,” imbuh Luqyan.
Dalam perkembangannya, Luqyan menjelaskan pasar modal syariah secara market share lebih besar dari perbankan syariah dan Industri Keuangan Non-Bank. Maka dari itu, kekuatan ini perlu didorong juga oleh inovasi produk dan penguatan sumber daya manusia, seperti Sukuk Perpetual. Selain itu, dukungan teknologi digital yang mumpuni sangat diperlukan. Ia berharap pasar modal syariah diharapkan semakin kuat ke depan dengan banyaknya investor lokal.
Penulis: Andika & Aldi
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain