Jakarta, KNEKS - Meningkatkan pangsa pasar ekspor produk halal Indonesia sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia merupakan hal yang cukup kompleks. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, swasta, BUMN, organisasi kemasyarakatan dan publik secara umum.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan ekspor produk halal Indonesia, yakni dengan menggabungkan berbagai instrumen yang tersedia.
Pertama, memanfaatkan instrumen kebijakan, seperti relaksasi ekspor-impor untuk produk halal tujuan ekspor. Kedua, menguatkan akses pasar produk halal Indonesia di pasar luar negeri menggunakan sarana yang baik.
Ketiga, memiliki beberapa program yang menguatkan pelaku usaha ekspor produk halal. Terkait hal ini, salah satu langkah konkret yang Kementerian Perdagangan lakukan adalah turut serta dalam memfasilitasi sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil
“Hal itu merupakan kerja sama Kemendag dengan lintas instansi. Kementerian dan Lembaga yang turut serta dalam kegiatan ini diantaranya adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, serta KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah)” jelasnya, dalam Webinar Strategis Nasional dengan tema "Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia" yang diselenggarakan KNEKS, Sabtu (24/10).
Agus menyayangkan Indonesia belum menjadi kiblat halal dunia. Padahal ekspor produk halal ini dinilai penting bagi neraca Indonesia. Akan tetapi, terkait hal ini Indonesia memiliki banyak peluang yang bisa dioptimalkan, seperti peningkatan ekspor halal Indonesia di negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Sejauh ini, dalam upaya peningkatan akses pasar luar negeri, Kemendag berhasil menyelesaikan 20 negosiasi perdagangan. Selain itu ada 13 negosiasi yang masih on going dan 17 negosiasi masih dalam penjajakan.
Berbagai negosiasi tersebut banyak melibatkan negara-negara muslim anggota OKI maupun non-OKI yang merupakan pasar potensi produk halal Indonesia. Sebagai contoh negara OKI di ASEAN yang memiliki perjanjian perdagangan dengan Indonesia adalah Pakistan, Malaysia, Brunei Darussalam. Indonesia saat ini juga dalam proses negosiasi dan penjajakan dengan negara-negara OKI lainnya, diantaranya Turki, Tunisia, Bangladesh.
“Jika negosiasi perjanjian perdagangan tersebut berhasil, kami sangat optimis visi Indonesia untuk menjadi pusat produsen halal dunia akan mendekati kenyataan. Peningkatan akses pasar produk ekspor Indonesia melalui negosiasi perdagangan dibarengi secara paralel dengan kegiatan promosi. Kami mencoba menarik buyer asing dengan melibatkan instansi pemerintah, swasta, daerah, dan perwakilan perdagangan di luar negeri,” papar Agus.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi menambahkan, dalam meningkatkan ekspor, ada beberapa strategi yang dilakukan. Salah satunya adalah kerja sama tidak hanya dengan negara yang mayoritas muslim, tapi juga dengan beberapa negara mayoritas non-muslim yang sudah mulai memiliki kesadaran produk halal.
Contohnya adalah Taiwan. Kesadaran akan pentingnya produk halal mulai terjadi di Taiwan. Karena walaupun mayoritas bukan muslim, Taiwan membutuhkan semacam sistem sertifikasi. Hal ini bertujuan untuk menarik wisatawan dari negara muslim. Terkait halal tersebut, saat ini Taiwan sudah melakukan kerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indonesia.
“Ini menjadi satu peluang besar bagi kita untuk mengisi pasar Taiwan. Selain Taiwan, peluang besar juga terdapat di beberapa negara lain, seperti negara kerja sama teluk. Kita bisa mengeksplorasi pasar di negara-negara Eurosia, karena sekarang negara pecahan-pecahan Uni Soviet itu banyak berpenduduk muslim,” jelas Didi.
Agar ekspor produk halal bisa berjalan baik, tentunya segala aspek di dalam negeri juga harus disiapkan. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga merupakan salah satu lembaga yang tengah menyiapkan dukungan agar semua berjalan dengan baik.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional Kemenperin Dody Widodo menyampaikan bahwa Kemenperin memiliki 24 sekolah yang bisa memberikan dukungan yang masif untuk menciptakan tenaga-tenaga penyedia produk halal
Melalui fasilitas tersebut, Kemenperin memiliki balai besar dalam rangka mendukung sertifikasi untuk produk-produk halal.
“Perlu diketahui kami sudah mengelaborasi bahwa nantinya di dalam produk halal akan ada sekitar 900 sampai 1000 HS (Harmonized System), atau mungkin bisa lebih, yang harus dibina dan dikembangkan. Diawal ini kami sudah menghitung hampir 1000 HS yang termasuk dalam pembinaan produk halal ini,” pungkas Dody.
Adapun Harmonized system adalah penggolongan barang secara sistematis, sehingga dalam hal ini memudahkan proses sertifikasi halal.
Penulis: Andika & Aldi
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain