Jakarta, KNEKS - Memasuki era industri 4.0, dimana semua kegiatan ekonomi mulai bergeser menjadi serba digital, lembaga keuangan dituntut menyesuaikan diri, tidak terkecuali Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Sebagai lembaga keuangan yang selama ini mempunyai peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah, sudah menjadi keniscayaan BMT beradaptasi dengan perubahan ini. Bagus Aryo (Kepala Divisi Keuangan Mikro Syariah KNEKS) mengatakan BMT perlu mengikuti zaman agar tidak tertinggal dan mampu terus bersaing.
“Nasabah atau anggota dalam konteks BMT juga membutuhkan layanan digital untuk mempermudah transaksi baik menabung, pembiayaan, payment, dan lainnya,” jelas dia, Jumat (24/4).
Secara umum, Tirta Rukmana (Direktur Utama PT USSI Maman ) mengungkapkan proses digitalisasi (transformasi digital) BMT sebagai sebuah lembaga keuangan, meliputi empat pilar.
Pertama adalah aspek operasional. Digitalisasi operasional merupakan penerapan teknologi informasi yang bertujuan agar pengelola BMT dapat mengelola proses-proses operasional dengan lebih efisien.
Kedua, aspek pengawasan dan kepatuhan. Digitalisasi pengawasan dan kepatuhan adalah penerapan teknologi informasi yang bertujuan agar pengelolaan BMT sesuai dengan prinsip-prinsip dan ketentuan lembaga keuangan dan syariah yang berlaku.
“Ketiga yakni aspek pelayanan. Digitalisasi pelayanan adalah penerapan teknologi informasi yang bertujuan agar BMT bisa lebih memuaskan dan memenuhi berbagai kebutuhan layanan keuangan anggota,” ujar Tirta.
Pilar keempat terkait usaha. Digitalisasi usaha adalah penerapan teknologi informasi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas usaha. Teknologi informasi sebagai profit center.
Bagus Aryo menambahkan hal yang perlu ditekankan dalam BMT 4.0 ini adalah management information system, human touch and technology, yaitu teknologi yang membantu meningkatkan bisnis, mengembangkan ekosistem digital tapi masih mempertahankan kedekatan emosional dengan anggota BMT.
Dalam penerapannya sudah ada berbagai digitalisasi yang digunakan BMT. Ketua Umum Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) Aslichan Burhan menyampaikan hal terpenting dari digitalisasi berkaitan dengan operasional.
Saat ini, sudah lebih dari 2 ribu BMT yang menggunakan aplikasi atau perangkat lunak core micro banking dari Pinbuk yang dinamakan Integrated Micro Banking System (IMBX) untuk membantu operasional BMT. Di dalam aplikasi tersebut diantaranya terdapat modul untuk customer service, modul teller, deposit pembiayaan, akuntansi, serta pelaporan.
Digitalisasi berikutnya semacam mobile banking, yakni mobile BMT. Dengan itu anggota BMT bisa mengakses kebutuhan data dan transaksi, mulai dari cek saldo, tabungan, simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, mengecek history transaksi, dan rekening koran.
“Selain itu, bisa digunakan transfer dan penerimaan ke sesama anggota BMT, bank, lalu digunakan untuk transaksi payment, serta BMT QR Code,” tambah Burhan.
Pinbuk juga mengembangkan marketplace lokal berbasis BMT, di Lombok dan Jawa Timur. Begitu juga yang dikembangkan BMT Bahtera Pekalongan. Dirut BMT Budi Herdyansyah mengungkapkan, BMT yang dipimpinnya mengembangkan marketplace. “Jadi anggota yang mempunyai produk, dititipkan ke BMT untuk dipasarkan di marketplace BMT,” sambung Budi.
Digitalisasi dan BMT perlu terus dikembangkan agar dapat menggali potensi yang ada. BMT diharapkan dapat bersinergi lebih kuat dengan pelaku-pelaku digital lainnya seperti fintech syariah, asuransi syariah, e-commerce halal agar dapat memperluas jangkauan layanannya dan mendorong inklusi keuangan syariah.
Kepala Divisi Pembayaran Digital dan E-commerce Halal Umar Adityawarman menjelaskan BMT dapat berperan dalam menguatkan rantai nilai halal (Halal Value Chain) melalui pembiayaan yang disalurkan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang bergerak di industri halal. Hadirnya model pembiayaan syariah yang dapat diakses dengan mudah dan cepat secara daring sangat diharapkan oleh pelaku UKM industri Halal.
“Di samping itu, gerakan peningkatan literasi keuangan syariah dan digital terhadap anggota/masyarakat seharusnya menjadi program BMT yang berkelanjutan sebagai bagian dari layanan nilai tambah,” terang Umar.
KNEKS memiliki peran dalam mendorong digitalisasi BMT di Indonesia. Bagus memaparkan, peran pertama yakni dengan mengembangkan konsep BMT 4.0. Konsep ini nantinya ada standardisasi BMT sehingga dapat menerima langsung pembiayaan dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) atau sederhananya ada dukungan sumber pendanaan.
Kedua, adanya pengawasan yang efektif oleh otoritas yang khusus mengawasi BMT terkait juga dengan pelaporannya. Ketiga, lembaga penjamin simpanan bagi keuangan mikro, kemudian ada juga penjaminan pembiayaan. Keempat, digitalisasi pada BMT mulai dari platform IT dan core microfinance system.
Kelima adalah meningkatkan infrastruktur internal, seperti governance yang modern dan profesional; manajemen risiko (Credit Scoring), SDM yang ramping, penilaian kesehatan dan bisnis model terkini. Terakhir adalah pengembangan ekosistem digital baik itu di masjid, pesantren dan pasar.
Bagus menambahkan demi keberlangsungan hidup dan kemajuan BMT, selain digitalisasi, faktor lain juga perlu diperhatikan, diantaranya diperlukan penguatan kelembagaan, operasional dan finansial, mulai dari tersedianya Standar Operasional Prosedur (SOP), sistem pengendalian internal, tingkat kesehatan, akses pendanaan dan kriteria permodalan.
Kemudian, infrastruktur pendukung mencakup adanya Apex sebagai lender of the last resort, penjaminan simpanan dan literasi keuangan syariah. Lalu, lembaga dan sistem pengawasan, di dalamnya termasuk lembaga pengawas, sistem pengawasan, pelaporan keuangan dan regulasi.
Penulis: Andika, Aldi, Yodi
Redaktur Pelaksana: Iqbal