IDEN
Ancaman Krisis di Sektor Keuangan Mikro Syariah
17 April 2020

Jakarta, KNEKS - Pandemi virus corona (Covid-19) hingga saat ini masih menimbulkan masalah yang berkelanjutan. Berbagai sektor turut terkena dampak dari wabah ini, tidak terkecuali Institusi Keuangan Mikro Syariah (IKMS).

Direktur Keuangan Inklusi, Dana Sosial Keagamaan, dan Keuangan Mikro Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ahmad Juwaini mengatakan virus Corona menyebabkan krisis sosial dan ekonomi.

Di Indonesia, Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan sektor yang dominan dalam struktur ekonomi. Tercatat jumlah UMK sebanyak 64 juta atau 99,9 persen jumlah pelaku usaha di Indonesia.

“Sementara kelompok Usaha Menengah dan Besar itu kurang dari 1 persen jumlah populasinya dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jadi dengan demikian dampaknya pasti sangat besar,” jelasnya, dalam diskusi via video conference yang diselenggarakan KNEKS dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Rabu (8/4).

Sebagian besar UMK dapat dikelompokkan menjadi kelompok rentan miskin dan akan menjadi miskin ketika terkena krisis. Juwaini mengungkapkan saat ini penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebanyak 24,79 juta. Sementara kelompok rentan miskin sebanyak 46,84 juta.

Pada diskusi bertema Dampak Pandemi Covid-19 pada Institusi Keuangan Mikro Syariah Indonesia (IKMS), ia mengungkapkan kelompok rentan miskin ini diperkirakan akan rentan jatuh di bawah garis kemiskinan disebabkan dampak dari virus Corona. Sehingga jumlah kelompok di bawah garis kemiskinan diperkirakan akan melampaui diatas 70 juta.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi dampak tersebut dengan mengeluarkan kebijakan relaksasi dan restrukturisasi untuk nasabah pinjaman atau pembiayaan di lembaga keuangan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 11/POJK.03/2020.

Senada dengan itu, Kepala Bidang Literasi dan Penumbuhan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) Kementerian Koperasi dan UKM Pristiyanto menyampaikan wabah Corona ini turut berdampak kepada KSPPS.

Pristiyanto mengungkapkan ada beberapa mitigasi risiko bagi KSPPS. Risiko pertama adalah naiknya non performing financing (NPF). “Kami sudah mengajukan kepada koperasi untuk merestrukturisasi pinjaman dan pembiayaan anggota,” sambungnya.

Kedua, risiko likuiditas dan reputasi. Kebijakan untuk itu yakni restrukturisasi utang bank, mengurangi layanan Unit Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (USPPS), dan menciptakan kondisi yang kondusif.

Risiko ketiga adalah pasar dan operasional berkaitan dengan penghimpunan dan penarikan angsuran. Untuk itu, perlu membuka transaksi via transfer bank atau platform digital koperasi. Kemudian komunikasi program bantuan dan informasi layanan ke anggota melalui media sosial dan video call.

Keempat adalah risiko strategi. Kebijakannya yakni dengan pendekatan kepada donatur besar untuk mendukung likuiditas koperasi. Lalu, utamakan penagihan pembiayaan besar. Kemudian, revisi capaian dan strategi bertahan tetap hidup. Serta, mengaktifkan baitul maal untuk bantuan sosial.

Selain itu, Pristiyanto mengidentifikasi dan merekomendasi sejumlah kebijakan dan program bagi KSPPS. Pertama, usulan bantuan likuiditas bagi KSPPS, diantaranya bantuan sosial langsung ke koperasi, melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), dan perbankan dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Kedua, keringanan pajak penghasilan badan dan karyawan bagi KSPPS. Ketiga, advokasi kebijakan relaksasi KUR, pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dan LPDB.

Selain itu, dampak pandemi Corona juga menyerang sektor lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Hal itu disampaikan Direktur Utama Permodalan BMT (PBMT) Ventura Rury Febrianto.

Rury mengungkapkan berkaca dari 326 BMT yang tergabung dalam PBMT Ventura terjadi permasalahan penyaluran yang terhambat atau pembiayaan, serta muncul permasalahan likuiditas karena wabah Covid-19.

Tidak cukup di situ, dalam diskusi yang dibuka langsung Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahardjo ini, Rury menjelaskan pedagang-pedagang mikro di pasar juga terkena dampak virus Corona. Imbauan physical distancing menurunkan pendapatan pedagang, karena tidak bisa melayani tatap muka.

“Menjadi berkurang sudah jelas karena mereka harus stay at home. Pembelinya tidak belanja lagi ke pasar. Demand-nya menurun dan berakibat menurunnya omset pedagang. Penurunan bisa sebesar 60-80 persen, bahkan sampai usahanya tutup,” tutur Rury.

Maka dari itu, ia mengusulkan beberapa hal untuk mengatasi masalah ini. Pertama, untuk strategi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendukung kebijakan relaksasi bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang berdampak besar untuk dana pihak ketiga di BMT.

Kedua, untuk LPDB dukungan terhadap permodalan BMT tetap dijalankan. Bisa berbentuk pembiayaan likuiditas atau periode relaksasi tanggap darurat untuk menekan risiko operasional dan likuiditas.

Ketiga, dengan banyak menggerakkan fungsi baitul maal BMT untuk meningkatkan strata ekonomi masyarakat. Untuk itu perlu kerja sama dengan antara Badan Amil Zakat Nasional dan BMT.

Penulis: Aldi, Andika, Yodi
Redaktur Pelaksana: Iqbal

Berita Lainnya