Jakarta, KNEKS - Pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terdampak akibat adanya pandemi Covid-19. Tidak hanya dialami oleh Indonesia, melainkan seluruh negara di dunia yang turut diinisiasi oleh pembatasan perjalanan internasional dan domestik. Keterpurukan ini tak dapat dipungkiri karena sektor ini sangat bergantung pada interaksi dan mobilitas manusia.
Berdasarkan data BPS (2021), jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia menurun cukup signifikan baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 2020 sebesar 4.02 Juta kunjungan yaitu turun 75.03% dibandingkan tahun 2019.
“Pada 2019 ke 2020 kunjungan wisatawan asing turunnya hampir 75 persen. Sedangkan wisata nusantara turun 30 persen. Akibatnya, hampir 1,58 juta pekerjaan di sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terdampak pandemi COVID-19,” Ujar Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif / Kepala Badan Pariwisata & Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno.
Pemerintah Indonesia tengah fokus dalam tahap pemulihan melalui re-focusing dan membangun fondasi kebangkitan sektor Pariwisata dalam negeri.
Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), Alexander Reyaan menyampaikan arah kebijakan pariwisata Indonesia ke depan adalah menuju pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan lingkungan (sustainability based on nature and culture). Tren dari pariwisata dunia yang juga akan menjadi segmen di Indonesia adalah pariwisata yang personalize, customize, localize, and smaller in size. (Kompas, 2021)
Strategi pengembangan produk pariwisata ramah muslim dari Kemenparekraf/ Baparekraf pun senada dengan pariwisata pada umumnya, yaitu terdiri dari pilar adaptasi (pemulihan pariwisata), inovasi (diversifikasi dan digitalisasi), dan kolaborasi.
Di tengah pandemi Covid-19, Direktur Industri Produk Halal KNEKS Afdhal Aliasar menilai gagasan-gagasan di balik konsep pariwisata ramah muslim semakin relevan. Sebagai contoh, kebutuhan terhadap toilet bersih dengan air lancar. Kebutuhan ini sejalan dengan protokol kesehatan Covid-19.
Begitu pula makanan-minuman halal yang sedari awal menekankan higienitas. Pelaku industri produk makanan- minuman yang telah mengantongi sertifikasi produk halal menyadari bahwa halal merupakan reputasi. Dengan adanya pandemi Covid-19, siapa pun warga—termasuk wisatawan —mencari makanan dan minuman yang sehat yang artinya diproses dengan benar, bersih, dan higienis.
”Konsep pariwisata ramah muslim bersifat inklusif. Artinya, siapa pun latar belakang agama dan keyakinan sebenarnya cocok dengan konsep itu, apalagi era sekarang. Ketersediaan makanan dan minuman halal ataupun toilet bersih dengan kelancaran air bersih di destinasi bisa dinikmati siapa saja, tidak harus wisatawan beragama Islam,” katanya.
Sejalan dengan hal itu Alexander Reyaan, secara terpisah, mengatakan, pemajuan pariwisata ramah muslim tidak lagi berbasis destinasi. Pengelompokan daerah dengan embel-embel ”destinasi pariwisata halal” dianggap kurang ideal untuk jangka panjang.
”Pendekatan kami sekarang, gagasan pariwisata halal merujuk pada seperangkat layanan tambahan (extended services) terkait amenitas, daya tarik wisata, dan aksesibilitas yang ditujukan dan diberikan untuk memenuhi pengalaman, kebutuhan, dan keinginan wisatawan muslim,” katanya (dalam Kompas 2021)
Ia menambahkan bahwa selama pandemi Covid-19 pula, pelaku industri ramah muslim dan pemerintah secara bersama-sama bisa lakukan penguatan kapasitas dan mutu produk yang mendukung pemenuhan kebutuhan pariwisata ramah muslim. Sebagai contoh, penerapan protokol kesehatan berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE). Contoh lain, asistensi ke pemerintah daerah terkait penerapan pedoman pariwisata ramah muslim yang salah satunya menyasar ke produk makanan dan minuman halal.
Hingga saat ini, Kemenparekraf juga telah menyusun dan menetapkan Rencana Strategis Pengembangan Pariwisata Halal Tahun 2019-2024.
Sebelumnya di tahun 2019, Indonesia menempati posisi pertama dalam Global Muslim Travel Index 2019 bersama dengan Malaysia. GMTI tahun 2021 posisi Indonesia turun ke peringkat ke-4 dalam daftar destinasi wisata ramah muslim. Faktor kesiapan industri pariwisata menghadapi pandemi Covid-19 menjadi salah satu pertimbangan pada pengukuran kali ini.
Upaya memulihkan dan membangkitkan kembali sektor pariwisata di Indonesia yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 memerlukan langkah strategis serta konsep yang adaptif dan berumur Panjang. Pemenuhan layanan wisata yang inklusif dapat menawarkan pengalaman perjalanan yang menyenangkan untuk para wisatawan. Terutama layanan yang dapat mengakomodasi gaya hidup sehat, preventif atau menghindari penyakit, dan sejalan dengan isu kesehatan lainnya, tentunya akan meningkatkan kepercayaan wisatawan dan membangkitkan sektor pariwisata dalam negeri secara berkelanjutan.
Penulis: Khairana Izzati
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain