Jakarta, KNEKS - Keuangan syariah seharusnya menjadi motor penggerak utama dalam pencapaian tujuan-tujuan yang ada dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs).
Demikian harapan Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman Hendarsyah. Ia mengatakan prinsip yang terkandung dalam keuangan syariah sudah sangat sejalan dengan tujuan SDGs. Prinsip itu antara lain, bagi hasil, menjauhi riba, menghindari usaha yang spekulatif, dan setiap transaksi di-back up sektor riil.
“Sebetulnya sudah sangat sejalan dengan SDGs. Sehingga secara natural keuangan syariah akan menjadi motor pendorong di dalam pencapaian target-target SDGs di Indonesia,” ucap Deden, dalam webinar bertema Peran Strategis Industri Keuangan Syariah Mendukung Pencapaian Target SDGs Tahun 2030 yang diselenggarakan Masyarakat Ekonomi Syariah Sulawesi Selatan, Sabtu (8/8).
Bentuk nyata dalam mendorong SDGs di Indonesia tertuang penerapan keuangan berkelanjutan di dalam Peraturan OJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Ketentuan itu mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh oleh lembaga keuangan di Indonesia dalam penerapan keuangan berkelanjutan, sehingga diharapkan adanya transformasi sistem keuangan ke arah keuangan berkelanjutan. Dengan begitu bisa memberikan kontribusi signifikan dalam implementasi SDGs.
Di dalam POJK ini juga mengatur pembangunan sosial. Di mana peran ekonomi dan keuangan syariah di dalam SDGs sebagai pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan.
Deden mengungkapkan ekonomi dan keuangan syariah memiliki instrumen untuk mengentaskan kemiskinan, memperkecil jarak diantara tingkatan pendapatan masyarakat. Instrumen itu adalah zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Selain itu, bentuk nyata dorongan lain adalah peta jalan atau roadmap keuangan berkelanjutan di Indonesia. Peta jalan ini sudah berakhir di 2019 dan saat ini OJK sedang dalam tahap akhir penyelesaian peta jalan untuk 2020-2024.
Dalam peta jalan keuangan berkelanjutan ini sudah menghasilkan banyak sekali penerapan keuangan syariah mendukung SDGs, salah satunya green sukuk. Green sukuk diterbitkan pemerintah dengan tujuan untuk pembiayaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Deden menyampaikan dalam SDGs menuntut semua unsur terlibat termasuk masyarakat. “Green sukuk ini retail, nominalnya yang terkecil Rp1 juta. Jadi, terjangkau untuk masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Prof. DR (Hc). KH Ma'ruf Amin, MA menerangkan sejak 2015, Indonesia dan 192 negara lainnya telah mengadopsi SDGs. Tujuan SDGs bertujuan mengakhiri kemiskinan global, mengintensifkan upaya berbagi kemakmuran, tapi tetap menjaga kelestarian bumi.
SDGs mendorong semua kegiatan ekonomi memperhatikan tiga hal secara seimbang yaitu manusia, lingkungan dan keuntungan.
"Pelaku ekonomi, termasuk usaha raksasa didorong agar mengadopsi konsep ini dalam setiap kegiatan usahanya," ungkap Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) ini.
Menurut Wapres, penerapan SDGs sejalan dengan prinsip ajaran Islam yang melarang melakukan pengrusakan di bumi (ifsad fil-ardhi), baik kerusakan fisik maupun kerusakan non-fisik. Selain itu, prinsip keberlanjutan (sustainability), sesuai dengan maqashid syariah dengan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, atau memelihara keturunan, dan memelihara harta.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahardjo menyampaikan penerapan ekonomi dan keuangan syariah tidak berbeda dengan SDGs. Peran ekonomi dan keuangan syariah memperkuat target dari SDGs.
Ventje memaparkan, secara khusus hal-hal yang spesifik mengenai ekonomi dan keuangan syariah untuk mencapai target SDGs tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
Didalam RPJMN itu antara lain, pertama ada impact investing dengan lebih banyak lagi penerbitan green sukuk. Kedua, pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) syariah untuk mengembangkan RSUD Zainoel Abidin di Aceh.
Ketiga, pendalaman pasar kepada investor provate equity internasional untuk mendukung renewable energy. Keempat, pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dan platform Kolaborasi Layanan Keuangan Syariah (KoLaKS) untuk meningkatkan inklusi.
“Kelima, pengembangan industri dan pariwisata halal di sejumlah daerah di Indonesia. Keenam, pengembangan pembiayaan syariah untuk pembangunan dan pemilikan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tutur Ventje.
Penulis: Aldi, Andika, Ishmah
Redaktur Pelaksana: Iqbal