IDEN
Dorong Pariwisata Sebagai Lokomotif Perekonomian, Ini PR yang Perlu Ditangani
14 August 2020

Jakarta, KNEKS - Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengatakan pariwisata berhubungan dengan hotel, makanan, dan berbagai aneka produk. Maka dari itu, pariwisata bisa dikatakan sebagai lokomotif perekonomian, termasuk pariwisata halal.

Di Indonesia, pariwisata halal terus berkembang, meski begitu harus diakui dalam perkembangannya masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah (PR). Hal itu harus ditangani agar pariwisata halal Indonesia bisa berkembang dengan maksimal.

Sapta mengungkapkan PR itu diantaranya adalah kurangnya fasilitas. Diantaranya tidak adanya hotel berbintang lima dan hotel sekelas di atasnya yang berani menyatakan sebagai muslim friendly destination. Bila dibandingkan dengan sejumlah negara, seperti di Antalya, Turki, di sana berani menyatakan muslim friendly destination.

“Ini juga di Paris, Perancis, ada yang disebut hotel service ready by request. Jadi dia pintar, dari pada semua dihalalkan, lebih baik by request saja. Kalau ke hotel ini, biayanya hanya 1.500 euro per malam, tapi by request, apa saja yang ada di sana disesuaikan dengan kebutuhan muslim,” jelasnya menegaskan, dalam webinar yang diselenggarakan Bank Indonesia Jawa Barat, Kamis (13/8).

Bahkan di Bangkok, Thailand, sudah memiliki 17-20 hotel bintang lima yang menyatakan diri sebagai muslim friendly destination atau the leading hotel halal. PR pariwisata selanjutnya adalah makanan halal. Di London, Inggris, memiliki restoran halal kelas tinggi Halal Dining Club. Kemudian di Singapura juga sudah mempunyai food court halal.

Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini menambahkan Indonesia memang sudah memiliki hotel ramah muslim atau restoran halal. Tapi belum sekelas dengan negara-negara tersebut.

Penyebab hal tersebut, menurutnya tidak lain karena belum ada pengusaha Indonesia yang berani membuat fasilitas hotel dan restoran sekelas itu. Untuk itu, penting untuk membangkitkan pengusaha muslim agar dapat membangkitkan fasilitas-fasilitas tersebut. Dengan begitu para turis, baik dalam maupun luar negeri akan datang dan menikmatinya.

“Belum lagi wisata belanja, seperti belanja kosmetik, fesyen, di Indonesia menurut saya itu bagian dari pariwisata yang harus dikembangkan terus,” ujar Sapta.

Berbicara mengenai pengusaha-pengusaha ini dengan berbagai aneka usaha halalnya, tidak terlepas dari sertifikasi halal. Dari pengusaha kelas mikro sampai atas membutuhkan sertifikasi halal.

Direktur Industri Produk Halal Manajemen Eksekutif KNEKS, Afdhal Aliasar mengakui sertifikasi halal menjadi PR. Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sudah diterbitkan sejak 2014 dan diimplementasikan di 2019, namun hingga kini masih “tertatih-tatih”.

Oleh karena itu, menurut Afdhal, harus melakukan terobosan implementasi dari UU JPH dengan cara mempermudah para pengusaha mendapatkan sertifikasi halal. Selain itu, perlu meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga memiliki peran dalam sertifikasi halal.

“Tidak ada produk halal dalam pasar global tanpa disertifikasi, karena dunia luar melihat produk halal dari sertifikasinya. Walaupun kita sampaikan ini halal, buatan sendiri, produk sendiri, tapi pengakuan dari pasar itu datang setelah adanya sertifikasi halal,” kata Afdhal.

Senada dengan Afdhal, pengusaha makanan rendang halal Pendiri Restu Mande Group Amril juga mengatakan sertifikasi halal masih menjadi tantangan. “Kesadaran pelaku usaha makanan di Indonesia masih minim dalam memproduksi produk bersertifikasi halal,” imbuhnya. Amril cukup senang dengan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah yang terus mengkampanyekan sertifikasi halal. Tapi hal itu belum cukup, berbagai pihak mesti mendorong sertifikasi halal ini lebih lagi.

Selain mengerjakan PR-PR fasilitas pariwisata halal, juga diperlukan serangkaian strategi untuk menggaet para wisatawan datang. General Manager the Trans Luxury Hotel Farid A. Patria memberikan pandangannya akan hal itu.

“Pertama, terus kembangkan wisatawan usia milenial dari pasar domestik yang semakin memiliki cita rasa dan daya beli tinggi. Kedua, besarkan pasar regional sebagai nilai tambah dengan peningkatan produk, pelayanan penjualan, juga pemasaran,” ujar Farid. Ketiga, menyelenggarakan acara halal yang terintegrasi secara tahunan dengan skala nasional dan regional. Keempat dan kelima yakni mempermudah sertifikasi halal dan inklusifitas dari pasar halal.

Penulis: Aldi, Andika, Ira, Zuma
Redaktur Pelaksana: Iqbal

Berita Lainnya