Jakarta, KNEKS - Pangsa pasar perbankan syariah, sampai saat ini masih relatif kecil yakni 6,17 persen pada Desember 2019. Adanya produk investasi dimana bank dapat melakukan risk sharing dengan investor memungkinkan perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan yang lebih besar sehingga pangsa pasarnya pun bisa ditingkatkan walaupun permodalannya terbatas.
Produk ini juga diharapkan dapat memperkaya keunikan produk khusus perbankan syariah yang tidak dapat dimiliki oleh perbankan konvensional. Produk itu adalah Sharia Restricted Intermediary Account (SRIA).
SRIA merupakan produk investasi terikat pada perbankan syariah dimana investor dapat memilih aset produktif dengan karakteristik tertentu untuk dibiayai dengan mekanisme profit sharing sesuai dengan risk appetite masing-masing. Aset produktif di sini dapat berupa pembiayaan yang disalurkan bank untuk proyek atau usaha tertentu ataupun surat berharga yang dimiliki bank.
Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman Hendarsyah memaparkan SRIA memiliki beberapa perbedaan dengan produk simpanan pada umumnya.
Pertama, dilihat dari segi jenis produknya, SRIA merupakan produk investasi sedangkan simpanan merupakan basic saving account pada umumnya.
Kedua, dilihat dari segi penggunaan, SRIA hanya dapat digunakan untuk membiayai segmen atau kegiatan usaha tertentu sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh investor, sedangkan simpanan dapat digunakan untuk membiayai segmen atau kegiatan usaha apapun sesuai kriteria bank.
Ketiga, dilihat dari segi penjaminan, karena SRIA merupakan produk investasi maka investor menanggung untung/rugi dari dana yang diinvestasikan dan tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sedangkan pada produk simpanan masih dijamin oleh LPS sepanjang tidak melebihi batas penjaminan.
Keempat, dilihat dari sisi return yang didapatkan, SRIA dapat menyesuaikan tingkat return/imbal hasil sesuai dengan profil risiko nasabah pembiayaan yang dipilih oleh investor. Investor memiliki kemungkinan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari rata-rata simpanan tergantung dari profil risiko yang dipilih oleh investor. Perlu diingat bahwa semakin tinggi return, umumnya memiliki risiko yang tinggi (high risk high return)
Adanya SRIA turut mendukung ekosistem pembiayaan syariah di Indonesia. Dengan adanya produk SRIA ini, karena dana investor langsung disalurkan kepada nasabah pembiayaan tertentu, maka bank dapat menekan biaya intermediasi menjadi lebih rendah.
Dengan biaya intermediasi yang rendah, bank dapat memberikan bagi hasil kepada investor lebih tinggi atau memberikan pricing pembiayaan yang lebih rendah kepada nasabah pembiayaan.
“Selain itu, juga terdapat sharing risk antara bank dengan investor sehingga apabila terjadi goncangan, dampak tidak hanya ditanggung oleh satu sisi. Dengan adanya dana SRIA juga dapat meningkatkan kapasitas Perbankan Syariah dalam hal penyaluran pembiayaan,” jelas Deden.
Keberadaan SRIA pun dapat membawa paradigma baru dalam berinvestasi bagi masyarakat. Dengan adanya produk SRIA investor memiliki alternatif baru untuk berinvestasi sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 115/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad mudharabah di bank syariah. Selain itu, dengan adanya produk SRIA, bank syariah memiliki produk yang berbeda dengan konvensional.
Terkait dengan prudensial produk SRIA saat ini masih dalam tahap pembahasan. Tentunya diharapkan akan ada perbedaan perlakuan terhadap produk SRIA ini, sehingga produk ini menarik bagi investor maupun bagi bank Syariah.
“Agar produk SRIA lebih menarik bagi investor dan Bank Syariah perlu didukung dengan insentif pada perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) maupun Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari Bank Indonesia sebagai regulator yang mengatur hal tersebut,” ujar Deden
Sementara itu, Kepala Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Yosita Nur Wirdayanti menambahkan SRIA memiliki fitur-fitur yang berbeda dengan produk simpanan bank pada umumnya.
Berdasarkan perbedaan fitur-fitur tersebut, KNEKS mengusulkan penyesuaian sejumlah ketentuan agar SRIA dapat diimplementasikan secara ideal dan manfaatnya dapat dengan optimal diterima oleh bank, investor, maupun pelaku usaha/pemilik proyek yang dibiayai.
Usulan tersebut antara lain pengecualian dari kewajiban pencadangan GWM agar investasi dapat disalurkan secara langsung dan keseluruhan kepada aset produktif.
Selanjutnya, karena investor ikut menanggung risiko penyaluran pembiayaan dari investasi SRIA, pembiayaan tersebut diusulkan untuk dikecualikan dari ketentuan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) berdasarkan modal bank.
Selain itu, diusulkan agar bank tidak perlu menyediakan pencadangan untuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) karena investor akan menanggung penurunan nilai kualitas aset tersebut.
KNEKS tengah mengusulkan penyesuaian-penyesuaian tersebut kepada masing-masing regulator yang berwenang. Saat ini, KNEKS bersama regulator-regulator terkait masih dalam proses mengkaji usulan-usulan tersebut berdasarkan karakteristik produk yang akan dikembangkan dan benchmarking pada best practice dari negara-negara lain yang menerapkan investment account pada perbankan syariahnya.
Perihal profil investor, menurut Yosita, SRIA akan sesuai untuk investor yang memiliki pemahaman terhadap aset-aset produktif yang ditawarkan oleh bank syariah dan memiliki risk appetite menengah hingga tinggi. Di awal pengembangannya, investor institusi yang memiliki diversifikasi portofolio investasi lebih luas dinilai lebih sesuai.
“Akan tetapi, ke depan diharapkan SRIA juga dapat menjadi instrumen investasi bagi investor ritel, khususnya nasabah-nasabah HNWI (High Net Worth Individual),” kata Yosita.
SRIA ditargetkan dapat digunakan untuk memfasilitasi pembiayaan proyek-proyek infrastruktur seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Saat ini, pemerintah melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia tengah mengembangkan skema KPBU Syariah yang berpotensi untuk dibiayai perbankan syariah melalui SRIA. Masing-masing bank juga dapat memilih sejumlah aset produktif existing dengan profil risiko tertentu untuk menjadi underlying asset yang dapat diterima oleh calon investor.
Dalam prosesnya, tahun lalu, KNEKS telah menyusun Concept Note Inovasi Produk SRIA dan Legal Review Concept Note dan Legal Drafting Format Perjanjian Kerja Sama Investasi SRIA sebagai referensi umum mengenai produk ini.
“Tahun ini, KNEKS masih melakukan diskusi dengan regulator dan bank-bank syariah yang berpotensi mengimplementasikan SRIA. Diskusi ini berkaitan dengan usulan-usulan penyesuaian ketentuan, analisis dampak penyesuaian ketentuan tersebut terhadap bank dan investor, mekanisme pencatatan, serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh bank untuk mengimplementasikan SRIA,” pungkas Yosita.
Penulis: Andika, Aldi, Lutvia
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal