IDEN
Daerah Titik Buta Pengumpulan Zakat Perlu Dirangkul
24 October 2019

JAKARTA, KNKS -  Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 233triliun, namun yang berhasil dikumpulkan tercatat baru sebesar Rp 8,1triliun atau setara dengan 3,5 persennya saja. 

Direktur Bidang Keuangan Inklusif, Dana Sosial Keagamaan dan Keuangan Mikro Syariah KNKS, Ahmad Juwaini menjelaskan dengan pola pendekatan zakat model yang sekarang, akan membuat pertumbuhan pengumpulan zakat lambat. 

“Mencapai kenaikan satu persen saja itu membutuhkan setahun atau dua tahun. Bahkan 30 tahun yang akan datang pun zakat kita tidak sampai 50 persen dari potensinya,” katanya menegaskan, saat acara CEO LAZ Forum bertajuk Menuju Arsitektur Baru Gerakan Zakat Indonesia, di Hotel Cosmo Amaroosa, Jakarta, Rabu (23/10). 

Rendahnya jumlah yang berhasil digarap karena pencatatan resmi sekarang ini hanya ada di lembaga-lembaga zakat resmi yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan BAZNAS.

Di tempat yang lain tidak ada pencatatan seperti pesantren, masjid, dan panitia-pantia zakat kecil. Di tempat ini layaknya daerah titik buta dan jumlah zakatnya lebih banyak dibanding LAZ-LAZ resmi. 

Uang-uang di daerah titik buta tersebut tidak ada yang memantau dan mengawasi. Karena itu Juwaini mengajak para stakeholders harus mengubah paradigma yang ada sekarang dengan cara merangkul daerah-daerah atau tempat titik buta tadi. 

“Kita itu seharusnya pertama kali memprioritaskan agar semua panitia zakat, semua lembaga zakat, panita kecil, apapun itu, bareng-bareng melaporkan apa yang dihimpun,” sambung Juwaini. 

Pendekatan seperti ini perlu dikembangkan dalam waktu dekat agar penghimpunan zakat Indonesia besar. Bila sudah melaporkan dengan baik, setidaknya 50 persen dari potensi zakat di Indonesia akan segera tercapai.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal

Berita Lainnya