IDEN
Ekspor Produk Halal Indonesia Berpotensi dalam Perdagangan Global, Tembus Rp673T
21 December 2024

Jakarta, 20 Desember 2024 – Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USD 41,42 miliar, atau setara Rp673,90 triliun, untuk periode Januari–Oktober 2024. Pada periode yang sama, surplus neraca perdagangan produk halal Indonesia mencapai USD 29,09 miliar. Ekspor produk halal berpotensi menjadi sumber baru perdagangan global dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar delapan persen.

Hal tersebut mengemuka dalam media briefing dan gelar wicara (talkshow) bertajuk Ekspor Produk Halal Indonesia hari ini, Jumat, (20/12) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

“Untuk periode Januari–Oktober 2024, Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USd 41,42 miliar. Bahkan, pada periode tersebut, surplus produk halal Indonesia mencapai USD 29,09 miliar. Kami lihat hal ini sebagai suatu pencapaian dan menunjukkan potensi produk halal untuk semakin dikembangkan,” ungkap Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Mardyana Listyowati.

Jika menilik kinerja ekspor produk halal per sektor periode Januari—Oktober 2024, sektor makanan olahan mendominasi nilai ekspor yang sebesar USD 33,61 miliar, diikuti pakaian muslim USD 6,83 miliar, farmasi USD 612,1 juta, dan kosmetik USD 362,83 juta. “Kami apresiasi kolaborasi para pemangku kepentingan dalam mendorong kinerja ekspor produk halal Indonesia,” kata Mardyana.

Sementara itu, pada periode yang sama, negara tujuan ekspor produk halal Indonesia di antaranya mencakup Amerika Serikat, Tiongkok, India, Pakistan, dan Malaysia.

Mardyana menambahkan, neraca perdagangan produk halal Indonesia menunjukkan peningkatan tren surplus sebesar 10,86 persen pada periode 2019—2023. Bahkan, rekor surplus tertinggi dicatatkan pada 2022 yang mencapai USD 47,7 miliar. Hal ini menunjukkan momentum yang telah terbangun bagi perdagangan produk halal Indonesia, terutama dari sisi ekspor.

Dari sisi ekspor, terdapat tren peningkatan nilai produk halal Indonesia hingga 10,95 persen per tahun pada periode lima tahun terakhir (2019–2023). Pada 2023, nilainya mencapai USD 50,54 miliar dan pada 2019, nilainya sebesar USD 37,29 miliar.

Mardyana menambahkan, metode penghitungan ekspor produk halal akan terus dikembangkan dengan mengadopsi kode HS halal di sektor fesyen, tekstil, farmasi, dan kosmetik. Upaya ini dijalankan sesuai penahapan pemberlakuan sertifikasi halal produk melalui Kelompok Kerja Kodifikasi Produk Halal di bawah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).

Mardyana mengungkapkan, saat ini Pemerintah Indonesia telah memiliki Kelompok Kerja Percepatan Ekspor Produk Halal Indonesia yaitu Indonesia Halal Export Incorpoted. “Kelompok Kerja Indonesia Halal Export Incorpoted memiliki empat fokus yang dikembangkan, yaitu Akses Pasar, Inkubasi dan Produksi, Pembiayaan Syariah, serta Perjanjian dan MRA Sertifikasi Halal,” ujar Mardyana.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh KNEKS dengan melibatkan 12 kementerian dan lembaga untuk bersinergi mempercepat ekspor produk halal. Bertindak sebagai koordinator dalam kelompok kerja ini, yaitu Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan. Sedangkan, bertindak sebagai wakil koordinator, yaitu Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia. Kelompok kerja juga beranggotakan 14 direktur jenderal dan pimpinan lembaga.

 

Rekomendasikan Pasar Produk Halal

Dalam sesi gelar wicara, Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan merekomendasikan lima negara tujuan ekspor prioritas bagi produk halal Indonesia. Kelima negara tersebut, yaitu Malaysia, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), Thailand, dan Arab Saudi.

“Pasar Turki dan UEA menjadi hub perdagangan kawasan, sedangkan pasar Arab Saudi digerakkan melalui optimalisasi produk halal dalam ekosistem haji dan umroh terintegrasi. Sementara itu, Malaysia dan Thailand merupakan pasar ASEAN yang perlu dijaga sebagai mitra perdagangan yang saling menguntungkan,” ungkap Analis Perdagangan Ahli Muda Kementerian Perdagangan Septika Tri Ardianti.

Sejalan dengan rekomendasi negara tujuan ekspor prioritas yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, ekspor produk halal ke negara-negara mayoritas muslim dan anggota OKI berpotensi menjadi pasar alternatif bagi ekspor Indonesia. Di sisi lain, pertumbuhan pasar produk halal global diproyeksikan tumbuh 7,6 persen secara tahunan, yang akan mencapai USD 492 miliar pada 2027. Sementara itu, sebagian besar negara yang menyediakan produk halal di negara-negara OKI adalah Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Prancis.

Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS Putu mengatakan, Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalanya.

“Saat ini kebutuhan produk halal di negara OKI lebih banyak disediakan oleh negara-negara Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika. Di tengah kelesuan pasar domestik negara-negara tersebut, Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalannya,” ujar Putu.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Mohammad Bawazeer mengatakan, Indonesia perlu mengoptimalkan posisi sebagai anggota OKI untuk memudahkan perdagangan produk halal Indonesia di tingkat global. Salah satu pasar yang menjadi prioritas adalah Arab Saudi, khususnya terkait ekosistem haji dan umrah.

“Pasar Timur Tengah seperti Arab Saudi, Oman, Bahrain, Kuwait, Qatar, UEA, Lebanon, Yaman, dan Iran harus kita maksimalkan. Tantangan kita adalah regulasi dan penggunaan standar produk internasional, karakteristik, serta budaya bisnis yang unik,” kata Bawazeer.

Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan menjelaskan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. “BPJPH mempunyai tugas menyelenggarakan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Haikal.

Turut hadir dalam acara ini, yaitu Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan, Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS Putu Rahwidhiyasa, Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin Mohammad Bawazeer, dan serta perwakilan Pusat Kebijakan Ekspor Impor dan Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Putu Rahdhiwiyasa – Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)
Komplek Kementerian Keuangan, Gedung Djuanda 2 Lantai 17 
Jl. Dr Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 13790
Telepon: (021) 80683349  |  Email: putu.rahwadhiyasa@knekse.go.id|  www.kneks.go.id

 

Tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) merupakan perubahan dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). KNEKS didirikan tanggal 10 Februari 2020 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020. KNEKS dipimpin oleh Presiden sebagai Ketua dan Wakil Presiden sebagai Ketua Harian, dan Menteri Keuangan menjadi Sekretaris merangkap anggota.

KNEKS didirikan untuk melakukan tugas mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi nasional. Dalam melaksanakan tugas, KNEKS menjalankan fungsi Pemberian rekomendasi arah kebijakan dan program strategis pembangunan nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah; Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, sinergisitas penyusunan dan pelaksanaan rencana arah kebijakan dan program strategis pada sektor ekonomi dan keuangan syariah; Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di sektor ekonomi dan keuangan syariah; Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah kebijakan dan program strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.

Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, maka anggota KNEKS terdiri atas 3 Menteri Koordinator, 7 Menteri, 3 Ketua Lembaga Pemerintah dan 2 Instansi lain, yaitu: Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri BUMN, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ketua Dewan Komisioner OJK, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner LPS, Ketua Umum MUI dan Ketua Umum KADIN.

Berita Lainnya