IDEN
Fintech Tak Bisa Dipisahkan dari Ekosistem Ekonomi Syariah
23 November 2020

Jakarta, KNEKS - Dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 (MEKSI), Indonesia mempunyai visi menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Untuk itu, diperlukan suatu ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, dimana fintech berperan penting di dalamnya.

Direktur Eksekutif Manajemen Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo mengatakan fintech bisa masuk bersama diberbagai titik, mulai dari yang sifatnya komersil sampai non komersil dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.

Fintech itu masuk dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang terdiri dari beberapa kelompok besar. Diantaranya adalah kelompok industri keuangan syariah, seperti perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non-Bank. Kemudian kelompok keuangan sosial syariah dan keuangan mikro syariah. Terakhir yakni kelompok industri halal.

Di dalam industri halal, KNEKS melihat adanya kebutuhan untuk memunculkan halal value chain yang kuat dari infrastruktur untuk perolehan input produksi dan distribusi, serta penjualan.

“Tentu di dalam halal value chain ini, jika ingin melengkapi lebih kuat lagi, keuangannya, transaksinya, juga harus dilakukan dengan lembaga-lembaga keuangan, apakah itu digital fintech atau lembaga keuangan yang biasa, sesuai dengan prinsip syariah,” tutur Ventje, dalam diskusi daring, Senin (23/11).

Selain itu, Ventje menambahkan, halal value chain ini diharapkan akan terikat di dalam satu rantai yang mendasari kepada sertifikasi halal produk halal. Saat ini KNEKS dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bekerja sama membuat bisnis proses digital untuk melakukan sertifikasi halal.

Platform itu nantinya akan menjadi platform yang menghasilkan pangkalan data (database) industri produk halal atau industri produk yang telah memperoleh sertifikasi halal. “Jika platform database itu bisa diakses oleh para fintech yang ingin bekerja di dalam bidang syariah dan melengkapi halal value chain, tentu itu akan menjadi sangat bermanfaat. Datanya akan disitu (database), siapa yang sudah dapat sertifikasi halal,” ujar Ventje.

Ventje mengungkapkan, KNEKS berupaya terus menjalin kerja sama dengan lembaga Islam, ormas Islam, pesantren maupun masjid untuk membuat platform digital administrasi pengelolaan keuangan masjid untuk pengembangan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF).

Selain itu, KNEKS juga sedang membuat platform digital zakat yang berbasis kewilayahan dan platform itu akan menghasilkan satu database zakat nasional. Begitu pun dengan wakaf, KNEKS sedang membuat platform zakat. Dengan itu, masyarakat bisa berwakaf cukup dengan telepon pintar bisa mentransfer ke rekening wakaf.

Jadi kita harapkan itu menjadi satu platform. Bisa kita manfaatkan bersama platform zakat, platform wakaf, plaform masjid dan berkolaborasi dengan platform yang ada di dalam Fintek syariah,” ucap Ventje.

ZISWAF berperan menaikkan status masyarakat, dari kelompok mustasik naik tingkat lebih tinggi. Ketika mustahik pada tahap ultra mikro (UMi), di sini peran Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan Bank Wakaf Mikro menaikan tingkatan ekonomi masyarakat selanjutnya.

Setelah masyarakat lulus dari tingkatan UMi, mereka naik kelas ke mikro. Ketika pada tingkat mikro, mereka akan menjadi pasar buat BPRS atau Fintek syariah. Hingga pada tingkatan masyarakat yang lebih lagi, Fintek juga bisa berperan.

Sementara itu, Pemimpin Divisi Bisnis Digital BNI Syariah Amirul Wicaksono menyampaikan saat ini tuntutan yang ada di bank syariah adalah mendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang di dalamnya berkaitan dengan teknologi digital.

Ia mengungkapkan, secara umum, teknologi digital yang ada di bank syariah belum sebanding dengan bank konvensional. Tapi dalam dua hingga tiga tahun terakhir bank syariah terus berupaya mengembangkan inovasi dan perbaikan infrastruktur digitalnya.

BNI Syariah sendiri sudah mencanangkan strategi pengembangan digital sebagai pendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.  

Pertama, di BNI Syariah mendigitalisasi semua transaksi perbankan, misalnya transaksi terkait dengan produk bank, tabungan dan pinjaman menggunakan platform. BNI Syariah memiliki platform yang melayani semua transaksi itu dalam mobile banking.

“Strategi kedua, BNI Syariah berkolaborasi dengan Fintek. Sejak tiga tahun lalu BNI Syariah mencanangkan itu. Sehingga selama ini, BNI Syariah kerap berinteraski dengan fintech, khususnya fintech syariah dan BNI Syariah juga tergabung menjadi anggota Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI),” papar Amirul.

Kepala Eksekutif Pendanaan Syariah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Lutfi Adhiansyah menyampaikan fintech merupakan bagian dari pemulihan ekonomi, terlebih saat pandemi Covid-19 ini.

Peran fintech untuk pemulihan ekonomi dapat dilihat ketika berbagi peran dengan sektor perbankan. Lewat kekuatan makronya, bank dengan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) syariah mem-boosting sektor produktif supaya di masa pandemi ini UMKM tetap mempunyai modal untuk menjalankan usaha dan menjaga arus kas.

Dari dukungan perbankan itu, Lutfi menjelaskan, tentu perlu kolaborasi fintech. “Kalau UMKM-nya berhasil tumbuh di masa pandemi siapa yg beli? Daya beli di masa pandemi ini menurun, dengan banyak PHK. Sehingga menyebabkan perbankan untuk consumer financing juga ngerem-ngerem sedikit,” tambahnya.

Karena itu, menurutnya, fintech dengan skala yang lebih kecil dan personal kepada masyarakat, serta didukung teknologi, baik itu credit scoring, digital signature dan transaksi berbasis digital, bisa mengisi dari sisi konsumtif atau konsumennya. Konsumen ini dapat distimulasi dengan diberikan fasilitas-fasilitas pembiayaan.

Penulis: Andika & Aldi
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain

Berita Lainnya