Jakarta, KNEKS - Secara umum, pengembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sejak awal konsepsinya memiliki dua fungsi, yakni sosial dan komersial. Dalam perkembangannya kini, salah satu peran sosial dari BMT adalah menangani wakaf uang.
Urip Budiarto, Kepala Divisi Dana Sosial Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menjelaskan dalam wakaf uang terdapat dua manfaat yang dirasakan BMT.
Pertama, secara stabilitas. Selain Dana Pihak Ketiga (DPK) melalui simpanan nasabah, bisa jadi sekarang ada “Dana Pihak Keempat” dalam bentuk wakaf.
Dana pihak keempat ini, ketika masuk ke BMT, maka dia bisa menjadi sumber pendanaan yang memuat kestabilan likuiditas di BMT menjadi lebih baik, karena relatif bila dana wakaf masuk, tidak akan ada permintaan untuk penarikan kembali.
Bagaimanapun, wakaf itu bersifat abadi dan bertempat di BMT. Dengan sifatnya tersebut maka kemudian BMT akan memiliki stabilitas kebijakan modal atau likuiditas yang lebih baik, karena dananya tidak akan ditarik oleh wakif.
Kedua, secara penyaluran yang dibutuhkan dari wakaf adalah kebermanfaatannya. Jadi, dalam konteks pembiayaan ke masyarakat, dimungkinkan marjin atau skema bagi hasil yang dibebankan kepada penerima pembiayaan tersebut, sehingga akan lebih ringan dibanding kalau memakai DPK.
Misalnya, DPK perlu mempertimbangkan hasil deposito yang setara enam persen. Maka, untuk pembiayaan ke masyarakat tentu akan mempertimbangkan aspek biaya yang diperlukan.
Dalam pelaksanaannya, diakui Urip, manfaat yang kedua ini memunculkan perdebatan. Apakah bila bersumber dari dana wakaf harus diperlakukan sebagai dana murah, atau mengikuti skema pembiayaan pada umumnya. Karena manifestasi dari wakaf seperti yang dijelaskan pada poin kedua adalah kebermanfaatan.
Lebih rinci lagi, ia menerangkan bahwa alokasi dana wakaf dapat digunakan dalam bentuk pokok dana yang dapat dimanfaatkan langsung, seperti halnya dipakai untuk membangun masjid atau digunakan untuk pembiayaan keuangan mikro, namun tetap dengan perhitungan pembiayaan tertentu sebagai dasar akad transaksi yang digunakan.
Contohnya, ada anggota koperasi yang ingin menempatkan dana wakaf uang di BMT, seolah-olah seperti deposito. BMT diharuskan memberi bagi hasil atas dana yang ditempatkan sesuai dengan kondisi dan nilai pasar yang ada. Sehingga perbedaannya ada pada proses realisasi keuntungan, yang mana dengan pola ini wakif tidak menerima bagi hasil langsung dari dana yang di depositokan, melainkan keuntungannya diberikan kepada Yayasan yatim piatu atau bantuan dana bagi operasional masjid. Hal tersebut menjadi dana abadi yang ditempatkan di BMT dengan skema deposito yang menghasilkan.
Sejalan dengan itu, Urip mengungkapkan data-data terkait dengan perkembangan wakaf uang di Indonesia. Hingga 1 Juli 2020 ada 154 koperasi syariah yang sudah terdaftar sebagai nazir wakaf uang. Dari jumlah tersebut, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM sudah ada 113 dari 11 provinsi yang melapor menerima dana wakaf uang, sehingga dapat di taksir total wakaf uang sampai saat ini di Indonesia mencapai Rp33,37 miliar.
Sementara itu, Presiden Direktur Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara mengatakan wakaf uang memiliki dimensi komersial dan sangat bisa dikembangkan.
“Wakaf uang yaitu uang tunai yang dititipkan di BMT dalam periode tertentu, bisa difokuskan untuk pinjaman (qordhul hasan). Namun, hasilnya susah diproyeksi karena tergantung keikhlasan peminjam/debitur,” jelas Kamaruddin.
Kamaruddin menambahkan, wakaf melalui uang yang dikumpulkan untuk membeli aset tertentu atau investasi tentu lebih menguntungkan jika manajemennya baik. Hasilnya dapat digunakan salah satunya untuk operasional BMT (10 persen keuntungan) atau operasional bisnis lainnya.
Dalam kesempatan yang sama pakar keuangan mikro syariah Indonesia Dr Ascarya mengungkapkan, dalam praktiknya mengelola wakaf uang di BMT memiliki banyak tantangan yang perlu strategi khusus dalam menanganinya.
Diantara tantangan yang dihadapi adalah kewajiban berwakaf sebelum melakukan pembiayaan bagi anggota. BMT mengumpulkan wakaf uang dengan dua skema, yaitu BMT mewajibkan berwakaf sekian persen bagi anggotanya, jadi sebelum melakukan pencairan pembiayaan di BMT anggota diminta untuk berwakaf uang terlebih dahulu.
“Ya, memang terkumpul uangnya, namun tidak besar, karena yang diminta berwakaf uang adalah anggota notabenenya kalangan menengah ke bawah, yang mana pada dasarnya mereka datang ke BMT adalah untuk minta pembiayaan,” ucap Ascarya.
Maka dari itu, selain wakaf uang yang diterapkan kepada anggota, BMT juga harus menawarkan program dan ajakan wakaf uang ke selain anggota. Saat ini, sudah ada financial technology dan media sosial yang bisa dimanfaatkan untuk mencari wakaf uang di luar BMT.
Tantangan lainnya adalah sosialisasi dan edukasi. Walaupun sudah ada Badan Wakaf Indonesia (BWI) tentu akan lebih baik lagi apabila semua pihak khususya BMT dapat melakukan sosialiasi secara lebih massif lagi. Bila semua hal itu dilakukan dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap wakaf maka wakaf uang di BMT tentu akan meningkat.
Senada dengan itu Manajer BMT Beringharjo Ahmad Paryanto menambahkan, tantangan lain yang dihadapi BMT dalam wakaf uang ini adalah persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wakaf itu hanya mencakup 3M (masjid, madrasah, dan makam).
“Wakaf uang ini memang belum terlalu familier di masyarakat mikro, sehingga tantangannya adalah bagaimana menyadarkan dahulu. Jadi, tahapannya menyadarkan masyarakat yang bergerak di bidang mikro bisa mengenal wakaf uang ini lebih baik,” papar Ahmad.
Untuk meningkat kesadaran wakaf di BMT, Ahmad memberikan beberapa masukan yang dapat diterapkan, yaitu pertama adalah regulasi. BMT bisa menjadi Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU), dengan begitu bisa menumbuhkan semangat BMT untuk menggalang dana wakaf sebanyak-banyaknya.
Kedua, kampanye wakaf. Kampanye wakaf bisa ditingkatkan lagi mulai dari program sadar wakaf sejak dini hingga ajakan berwakaf bagi masyarakat muslim. Ketiga, tunjukan bukti nyata. Tunjukan bahwa wakaf itu dapat dan sudah dikembangkan kebermanfaatannya untuk memberdayakan masyarakat.
Penulis: Aldi, Andika, Yodi
Redaktur Pelaksan: Iqbal